Cool Blue Outer Glow Pointer

Ads 468x60px

Labels

Rabu, 16 Mei 2012

Muslim Indonesia bantu Sebarkan Islam di Afrika Selatan

sumber :  wartaislam.com

Secara tidak langsung, Indonesia ternyata ikut andil dalam menyebarkan Islam di Benua Hitam, terutama Afrika Selatan (Afsel). Bagaimana kisahnya?
Hal ini dimulai sejak jaman penjajahan Belanda pada abad ke-17 di Indonesia. Ketika itu, banyak orang-orang Indonesia dipekerjakan di Cape of Good Hope atau sekarang dikenal sebagai Cape Town. Mereka membawa agama Islam ke tempat barunya dan turut menyebarkannya di Afsel.
Diantara mereka, ada satu tokoh sentral yang hingga kini menjadi tokoh penting penyebaran dan perkembangan Islam di Afsel, yakni Syekh Yusuf Al Makassari Al Bantani. Kehadiran Syekh Yusuf yang menantu Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten ini, diawali perjuangannya melawan Belanda di banten.
Perlawan Syekh Yusuf membuatnya dibuang ke Ceylon, Sri Lanka. Meski jauh, ia masih juga merasakan cengkeraman pemerintah Belanda yang saat itu bermarkas di Batavia, Jakarta jaman dulu. Sebab itulah ia kembali diasingkan ke benua Afrika.

Ulama besar keturunan Raja Gowa itu akhirnya tiba di Cape of Good Hope, menumpang kapal ‘Voetboeg’ bersama 49 orang. Termasuk dua istri, 12 santri, dua pembantu wanita, 14 sahabat, putra-putrinya, serta para pengikut. Ia kemudian ditempatkan di Zandvliet, dekat muara Eerste River yang area pertanian.
Penempatannya di daerah terpencil bertujuan membatasi karisma dan pengaruh Syekh Yusuf. Namun, Belanda tetap tak bisa membendung popularitas dan pengaruhnya. Daerah Zandvliet pun terpesona olehnya.
Bersama para pengikut dan 12 santri, Syekh Yusuf berdakwah kepada orang-orang lain yang dibuang oleh Belanda di Cape of Good Hope. Rata-rata, dibuang sebagai budak, pekerja atau tahanan politik. Akhirnya mereka semua bersatu, membentuk komunitas yang cikal bakal komunitas Muslim Afsel.
Zandvliet kemudian dikenal sebagai Kampung Makassar, karena mayoritas pengikutnya berasal dari Makassar. Nama itu masih digunakan hingga saat ini. Saat itu, Muslim tak boleh beraktivitas secara terbuka, sebab itulah pertemuan rutin dilakukan diam-diam.
Kegiatan yang dilakukan Syekh Yusuf dan pengikutnya, diakui masyarakat dan pemerintah Afsel sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajah Belanda. Bahkan, Presiden pertama Afrika Selatan Nelson Mandela menyatakan, perjuangannya diilhami Syekh Yusuf.
Untuk menghargai jasa-jasa Syekh Yusuf terhadap Afsel, pada 2005, Presiden kedua Afsel Thabo Mbeki memberikan penghargaan The Order of Supreme Companions of OR Tambo (Gold), sebagai bentuk pengakuan terhadap perjuangannya.
Syekh Yusuf wafat pada 1699 dan dimakamkan di Zandvliet, Afrika Selatan. Makamnya dikenal sebagai Kramat Macassar atau Macassar Faure. Anggota komunitas muslim Afsel hingga saat ini masih sering berziarah ke tempat itu.
Pada akhirnya, Belanda mengakui peran besar Syekh Yusuf. Hal ini terlihat dari monumen yang dibangun di Kampung Makassar, bertuliskan ‘In Memory of Syekh Yusuf, Martyr and Hero of Bantam 1626-1699. This Minaret was erected by Hajee Sullaiman Shahmahomed, in the Reign of King George V, May 1925’.
Semangat Islam Indonesia inilah yang kemudian dibina oleh Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) Cape Town, saat Konsul Jendral Sugie Harijadi memutuskan untuk menggelar program Safari Ramadhan, sejak ia mengepalai KJRI Cape Town pada 2010 lalu.
“Tampaknya program ini sangat mengena. Rasa nasionalisme harus terus dibina karena bisa luntur. Salah satu caranya, melalui siraman rohani,” ujar Sugie yang tahun ini mengundang Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Salman Harun Ahmad untuk memberi siraman rohani.***(Inilah.com/WI-003)

0 komentar:

Posting Komentar

tanggapan anda :