Oleh Ihsan Tandjung
Sebagian ummat Islam masih membiasakan diri mengerjakan sholat lima waktu di rumah atau di kantor tempat ia bekerja. Sangat sedikit yang membiasakan sholat lima waktunya berjamaah di masjid atau musholla di mana azan dikumandangkan. Bahkan ada sebagian saudara muslim yang membiasakan dirinya sholat seorang diri alias tidak berjama’ah. Padahal terdapat sekian banyak pesan dari Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam yang menganjurkan ummat Islam –terutama kaum pria- sholat berjama’ah di masjid tempat di mana azan dikumandangkan.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ
حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ (صحيح مسلم)
Ibn Mas’ud radhiyallahu ’anhu berkata: “Barangsiapa ingin bertemu Allah esok hari sebagai seorang muslim, maka ia harus menjaga benar-benar sholat pada waktunya ketika terdengar suara adzan. Maka sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aala telah mensyari’atkan (mengajarkan) kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam beberapa SUNANUL-HUDA (perilaku berdasarkan hidayah/petunjuk) dan menjaga sholat itu termasuk dari SUNANUL-HUDA. Andaikan kamu sholat di rumah sebagaimana kebiasaan orang yang tidak suka berjama’ah berarti kamu meninggalkan sunnah Nabimu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Dan bila kamu meninggalkan sunnah Nabimu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam pasti kamu tersesat. Maka tidak ada seseorang yang bersuci dan dia sempurnakan wudhunya kemudian ia berjalan ke masjid di antara masjid-masjid ini kecuali Allah subhaanahu wa ta’aala mencatat bagi setiap langkah yang diangkatnya menjadi kebaikan yang mengangkat derajatnya dan bagi setiap langkah yang diturunkannya menjadi penghapus kesalahannya. Dan sungguh dahulu pada masa Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam tiada seorang tertinggal dari sholat berjama’ah kecuali orang-orang munafiq yang terang kemunafiqannya. Sungguh adakalanya seseorang itu dihantar ke masjid didukung oleh dua orang kanan kirinya untuk ditegakkan di barisan saf.” (HR Muslim 3/387).
Berdasarkan hadits di atas sekurangnya terdapat beberapa pelajaran penting:
Pertama, seseorang yang disiplin mengerjakan sholat saat azan berkumandang akan menyebabkan dirinya diakui sebagai seorang muslim saat bertemu Allah subhaanahu wa ta’aala kelak di hari berbangkit. Sungguh suatu kenikmatan yang luar biasa...! Pada hari yang sangat menggoncangkan bagi semua manusia justru diri kita dinilai Allah subhaanahu wa ta’aala sebagai seorang hamba-Nya yang menyerahkan diri kepada-Nya. Kita tidak dimasukkan ke dalam golongan orang kafir, musyrik atau munafiq.
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ
”Barangsiapa ingin bertemu Allah esok hari sebagai seorang muslim, maka ia harus menjaga benar-benar sholat pada waktunya ketika terdengar suara adzan.”
Kedua, menjaga sholat termasuk kategori aktifitas SUNANUL-HUDA (perilaku atau kebiasaan berdasarkan pertunjuk Ilahi). Barangsiapa memelihara pelaksanaan kewajiban sholat lima waktu setiap harinya berarti ia menjalani hidupnya berdasarkan petunjuk dan bimbingan Allah subhaanahu wa ta’aala. Berati ia tidak membiarkan dirinya hidup tersesat sekedar mengikuti hawa nafsu yang dikuasai musuh Allah subhaanahu wa ta’aala, yakni syaitan.
فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى
”Maka sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aala telah mensyari’atkan (mengajarkan) kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam beberapa SUNANUL-HUDA (perilaku berdasarkan hidayah/petunjuk) dan menjaga sholat itu termasuk dari SUNANUL-HUDA.”
Ketiga, sholat di rumah identik dengan meninggalkan sunnah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Padahal tindakan meninggalkan sunnah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam merupakan gambaran raibnya cinta seseorang kepada Nabinya Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Sebaliknya, bukti cinta seseorang akan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam adalah kesungguhannya untuk melaksanakan berbagai sunnah beliau, Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.
وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ
”Andaikan kamu sholat di rumah sebagaimana kebiasaan orang yang tidak suka berjama’ah berarti kamu meninggalkan sunnah Nabimu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.”
Keempat, meninggalkan sunnah Nabi akan menyebabkan seseorang menjadi TERSESAT. Berarti tidak lagi hidup di bawah naungan bimbingan dan petunjuk Allah. Sungguh mengerikan, bilamana seorang muslim merasa menjalankan kewajiban sholat, namun karena ia kerjakannya tidak di masjid, maka hal itu menyebabkan dirinya menjadi tersesat dari jalan yang lurus...! Na’udzubillaahi min dzaalika.
وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ
”Dan bila kamu meninggalkan sunnah Nabimu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam pasti kamu tersesat.”
Kelima, barangsiapa menyempurnakan wudhu lalu berjalan ke masjid, maka hal itu akan mendatangkan kenaikan derajat dan penghapusan kesalahan.
وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً
”Maka tidak ada seseorang yang bersuci dan dia sempurnakan wudhunya kemudian ia berjalan ke masjid di antara masjid-masjid ini kecuali Allah subhaanahu wa ta’aala mencatat bagi setiap langkah yang diangkatnya menjadi kebaikan yang mengangkat derajatnya dan bagi setiap langkah yang diturunkannya menjadi penghapus kesalahannya.”
Keenam, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu menggambarkan bahwa pada zaman Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam masih hidup di tengah para sahabat radhiyallahu ’anhum jika ada yang tertinggal dari sholat berjamaah maka ia dipandang identik dengan orang munafiq sejati
وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ
”Dan sungguh dahulu pada masa Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam tiada seorang tertinggal dari sholat berjama’ah kecuali orang-orang munafiq yang terang kemunafiqannya.”
Ketujuh, di zaman Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam sedemikian bersemangatnya orang menghadiri sholat berjamaah di masjid sampai-sampai ada yang dipapah dua orang di kiri-kanannya agar ia bisa sholat berjamaah di masjid
وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفّ
”Sungguh adakalanya seseorang itu dihantar ke masjid didukung oleh dua orang kanan kirinya untuk ditegakkan di barisan saf.”
Ya Allah, berkahi, mudahkan dan kuatkanlah kami untuk selalu sholat lima waktu berjama’ah di masjid bersama saudara muslim kami lainnya. Amin.-
Apabila anda mempunyai saran atau kritik untuk rubrik atau artikel ini, silahkan kirimkan melalui email kepada penulis di ican_ipin@eramuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar
tanggapan anda :