Oleh Ihsan Tandjung
Di dalam bukunya, Muhammad Qutb selanjutnya menulis:
“Pada saat manusia hidup mengikuti tuntunan ilahi dan mengikuti petunjuk serta hidayah-Nya, pada saat manusia telah benar-benar beriman kepada Allah, pada saat manusia bersembah sujud kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan thaghut-thaghut di muka bumi, pada saat manusia sudah tak menyombongkan diri dengan meninggalkan syari’at ilahi dan membuat syari’at untuk dirinya sendiri, dan tidak memperkosa wewenang Allah sebagai Dzat satu-satunya yang berhak menentukan hukum; pada saat itu lenyaplah semua bentuk penyelewengan, kezaliman, penderitaan dan siksaan yang menimpa manusia akibat penyelewengannya dari akidah yang lurus. Pada saat itu tidak ada lagi perkosaan terhadap hukum ilahi, tidak ada manusia mendewa-dewakan manusia dan tidak ada orang yang dapat memaksakan kemauannya kepada orang lain.” (hal. 288)
Ketika Bertrand Russel mengumandangkan kata-katanya yang tersohor: “Zaman kekuasaan kulit putih telah berakhir…”, ia sama sekali tidak mengucapkannya sebagai ramalan. Ia mengungkapkan kenyataan yang sesungguhnya terjadi di muka bumi, kenyataan yang dilihat oleh seorang filosof masa kini dengan pemikirannya yang tajam, kenyataan yang tidak dapat dilihat oleh manusia awam di seluruh dunia, terutama yang menyandang gelar “kaum terpelajar”. (hal. 259). Sesungguhnya yang dilihat oleh Russel adalah seluruh kejahiliyahan yang sedang menantikan aba-aba keruntuhannya. Kehancuran itu tidak secara otomatis akan mendatangkan kebaikan bagi umat manusia.
Hancurnya kejahiliyahan hanya membuka kesempatan bagi umat manusia untuk menegakkan kehidupannya berdasarkan kebajikan, bila mereka mau mengikuti petunjuk yang telah digariskan oleh tuntunan ilahi, serta meyakini bahwa petunjuk itu merupakan kebenaran dari Allah sebagai satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri. Apabila manusia tidak menggunakan kesempatan itu dan tidak berusaha sungguh-sungguh menegakkan kebenaran Allah di muka bumi, maka kebajikan itu tidak akan datang –secara otomatis- kepada mereka; bahkan sebaliknya, mereka hanya akan pindah dari satu kejahiliyahan kepada kejahiliyahan yang lain dan dari thaghut yang satu kepada thaghut yang lain. (hal. 259-260)
Dalam kejahiliyahan modern manusia telah mengalami berbagai tatanan yang mencemaskan fikiran dan perasaannya. Kemudian dengan semua pengalaman itu manusia ternyata semakin bingung, semakin menderita, semakin kacau dan semakin kehilangan sendi-sendi kehidupannya, sehingga menjadi gila atau nyaris gila. Karena itu tidak ada pilihan lain bagi manusia: Allah atau hancur! Setelah manusia menghayati pengalaman-pengalaman pahit-getir di bawah naungan jahiliyah modern, sunatullah itu menginspirasikan pilihan: kembali kepada tuntunan ilahi atau hancur! (hal.260)
Semua jenis kejahiliyahan masih akan bertahan hidup selagi di dalamnya terdapat beberapa keping kebaikan, hingga saat kejahatannya telah menelan habis sisa-sisa kebaikan yang tinggal. Pada saat itulah kebaikan telah tercekik seluruhnya dan tak dapat bernafas lagi. Pada saat persoalan telah mencapai titik itu, terjadilah campur tangan kehendak ilahi dan terjadi pulalah perubahan. Namun kehendak ilahi itu mengubah keadaan lewat usaha dan gerak manusia sendiri. Mengenai hal itu Allah telah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar-Ra’du 11)
Campur tangan tersebut tegas dan keras: semua penjuru bumi akan tenggelam di dalam kezaliman. Atau, umat manusia bersedia menerima hidayah dan kembali kepada Allah. Pada saat itulah manusia akan memasuki agama Allah secara berbondong-bondong. Kita semua adalah manusia-manusia yang berbaik sangka dalam menghadapi taqdir Allah. Kita tidak berprasangka buruk bahwa Allah SWT telah menetapkan suratan taqdir yang menghendaki kehancuran umat manusia. Kalau demikian halnya, maka tidak ada pilihan lain kecuali Islam, karena Allah telah berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam.”(QS Ali Imran19)
Sepanjang sejarah belum pernah ada sesuatu yang dapat melepaskan umat manusia dari kejahiliyahan, kecuali Islam dalam maknanya yang luas dan menyeluruh, yaitu agama Islam yang diturunkan oleh Allah kepada umat manusia melalui para Nabi dan Rasul: Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad – shalawatullah ‘alaihim. (hal. 262)
Kita akan dapat mengetahui bagaimana semua persoalan itu akan menjadi lurus pada saat pikiran dan perasaan manusia telah menjadi lurus, karena pikiran adalah titik tolak semua perilaku manusia. Bila pikiran menyeleweng, perilakupun turut menyeleweng, dan bila pikiran telah menjadi lurus, maka perilakupun akan menjadi lurus. Dalam sejarah kehidupan manusia pernah terjadi pikiran yang lurus, yaitu di kalangan umat Islam yang secara langsung dibina dan diasuh sendiri oleh Rasul Allah saw; suatu ummat yang oleh Penciptanya disebut:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kalian adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia, memerintahkan kebajikan dan mencegah kemungkaran serta beriman kepada Allah.” (QS Ali Imran 110)
Ketika itu, semua segi kehidupan berjalan lurus dan sanggup menggerakkan kebangkitan besar dalam sejarah. Gerakan menerapkan tuntunan ilahi berjalan lancar dan hidayah ilahi-pun tersebar luas ke berbagai penjuru dunia. (hal.263). Semua yang telah diselewengkan oleh jahiliyah modern akan dapat dibetulkan oleh Islam. Penyelewengan terbesar yang ditimbulkan oleh segala jenis kejahiliyahan dan segala akibatnya yang berupa kerusakan pikiran dan perilaku, kecemasan, kebingungan dan kekacauan, sesungguhnya bersumber pada penyelewengan pikiran mengenai “Tuhan”. Itulah yang menjadi pangkal tolak semua penyelewengan manusia sehingga tidak lagi bersembah sujud kepada Allah dan tidak mau mengikuti agama-Nya sebagai tuntunan hidup satu-satunya.
Bukan secara kebetulan atau tanpa tujuan kalau ayat-ayat Al-Qur’an yang turun di Makkah selama tiga belas tahun menekankan satu persoalan pokok, yaitu soal ketuhanan, soal aqidah. Itu bukan semata-mata karena orang-orang Arab pada masa itu masih tenggelam di dalam paganisme. Akan tetapi –di samping itu- juga karena soal tersebut merupakan poros seluruh kehidupan manusia. (hal.264). Maka, kesimpulan yang dapat kita tarik adalah bahwa menghadapi problematika masa kini, ummat Islam berpendapat: ISLAM IS THE SOLUTION.
Wallahu a’lam bish-shawwaab.-
Ket: gambar dari Deviant-Art.com
Apabila anda mempunyai saran atau kritik untuk rubrik atau artikel ini, silahkan kirimkan melalui email kepada penulis di ican_ipin@eramuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar
tanggapan anda :