UPGRADING FOSIMMIK 2014 “FRESH DAY FOSIMMIK”
#Jaya Dengan Iman Ilmu dan Amal!! AllahuAkbar!!
MENTORING CUP 2014
#Instal Your Spirit With Mentoring
Twilight Ramadhan
Sambut Ramadhan dengan Cinta"
Ramadhan Penuh Cinta
Semangat menyambut Ramdhan dengan penuh cinta, cinta kepada Allah da Rasul-Nya
Pekan Raya Fosimmik
“Fosimmik menjadi lebih dekat dengan seluruh lapisan masyarakat. Fosimmik menjadi semakin dekat dan bersahabat. #PRF.”
Fosimmik Goes to Keluarga Hasib Ardani
Hayooo, sudah silaturahim kemana saja kita hari ini? Jangan hanya karena lebaran saja bersilaturahim yaa.
Kamis, 21 Agustus 2008
Senin, 16 Juni 2008
Bagaimana Caranya Selalu Positif Thinking?
Assalamualaikum,
Pak ustadz terimakasih sebelumnya atas kesempatannya. Begini, saya sebenarnya termasuk orang yang ceria (menurut kebanyakan teman2). Tapi sebenarnya saya merasa kesepian dan tidak merasa terlalu dekat dengan temana saya yang mana saja. Mungkin saya memiliki sikap apatis (meski saya juga kurang mengerti apatis itu sebenarnya apa). Tapi yang saya sering rasakan adalah saya sering berkomentar negatif tentang suatu hal atau kejadian. ini terbukti dengan jarangnya saya mengikuti suatu organisasi. Karena saya menilai hal tersebut kurang penting dan organisasi tersebut hanya memandang yang 'teman' saja. Di luar lingkungan mereka, mereka kurang menerima. Saya juga merasa bahwa dalam diri saya ini terlalu banyak 'hawa' negatif daripada 'hawa' positif. Dan sungguh hal ini sangat menyiksa saya. Sekarang saya hanya percaya diri dan 'rame' hanya di lingkungan terdekat dan keluarga saja. Beberapa waktu lalu, saya banyak gagal ketika melamar pekerjaan. Saya mohon bantuan saran
1. Bagaimana agar saya lebih percaya diri dengan kemampuan saya sendiri?
2. Saya sangat ingin memiliki sifat positif, berpendirian, dan bersahaja.
Terimaksih banyak atas jawaban yang akan diberikan
Semoga Allah merahmati pak ustad dan kita semua. Amin
Nh
Jawaban
Ananda Nh, rasa percaya diri akan tumbuh bila kita dapat menerima segala kelebihan dan kekurangan yang kita miliki serta yakin dengan kemapuan yang dimiliki.
Rasa percaya diri adalah salah satu bagian dari ciri agar kita selalu berpikir positif. Adapun ciri lainnya adalah
- Lihatlah Masalah dengan objektif sebagai sebuah tnntangan. Artinya bahwa jangan menghindar dari sebuah masalah tetapi hadapilah dengan penuh semangat yang membara. Sesegera mungkin atasi masalah tersebut tanpa ditunda. Dan jangan pernah mencari penyebab di luar masalah dan Anggaplah kesalahan sebagai motivasi unuk lebih baik.
- Syukuri dan nikmati hidup ini sebagai sebuah kenikmatan yang Allah SWT berikan pada kita dengan menyempatkan diri melakukan hal-hal kecil yang bermakna. Serta tinggalkan kenangan lalu yang telah terjadi.
- Jangan takut dengan kritik. Anggap kritik sebagai sebuah solusi lain untuk melakukan hal yang lebih baik. Terbukalah terhadap saran dan ide orang lain serta dapat menerima orang lain dengan segala kekurangannya
- Terbuka dengan hal-hal yang baru. Lihatlah setiap permasalahan dengan objektif dan penuh pertimbangan yang baik.
- Jauhkan segala macam prasangka buruk dan pikiran-pikiran negatif yang menghampiri. Bersikap tenanglah dan pisahkan rasa emosial kita dalam memandang permasalahan.
- Selalu dalam koridor problem solving (pemecahan masalah). Libatkan diri secara penuh inisiatif dan kreatif serta selalu ber bahasa positif. Contoh bahasa positif seperti; saya bisa, saya mampu, saya akan dan sebagainya.
- Di samping itu juga dukunglah berbahasa postif dengan bahasa tubuh yang postif pula. Seperti selalu tersenyum, intonasi teratur, enerjik, antusias dan sebagainya saat kita berinteraksi dengan orang lain.
wallahu'alam
Tiga Pilar Da’wah
Oleh Ihsan Tandjung
Generasi awal ummat Islam yakni para sahabat radhiyallahu ’anhum, merupakan generasi terbaik ummat ini. Oleh karenanya mereka memperoleh kehormatan untuk mendampingi Rasulullah Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam dalam perjuangan beliau sejak Islam masih lemah di Makkah hingga tegaknya tatanan Islam atau Daulah Islamiyah di kota Madinah yang langsung dipimpin Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.
Mereka merupakan generasi yang terbaik dalam meneladani Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam dalam berbagai aspek kehidupan. Termasuk dalam da’wah. Mereka sangat menghayati ambisi utama Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam, yaitu bagaimana agar manusia di dunia menjadi orang beriman sehingga selamat di dunia dan di akhirat. Mereka tidak saja menyaksikan bagaimana gigihnya Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam dalam berda’wah kepada setiap manusia yang dijumpainya. Namun mereka meneladani dan turut melakukan hal serupa terhadap siapapun manusia yang mereka temui.
Para sahabat radhiyallahu ’anhum biasanya tatkala berda’wah menyampaikan penjelasan ringkas saja mengenai Islam tidak panjang dan berbelit seperti kebanyakan kita di zaman sekarang. Namun uniknya, walaupun singkat tetapi tidak jarang penyampaian singkat namun berisi itu cukup membuat seorang musyrik atau kafir kemudian tersentuh lalu masuk Islam. Adapun sebagian besar kita di zaman modern ini kadang sudah berbicara panjang lebar hingga mulut berbusa-busa namun tidak memberi pengaruh berarti bagi pendengar apalagi sampai ia memperoleh hidayah lalu masuk Islam.
Keberhasilan para sahabat radhiyallahu ’anhum dalam berda’wah tentunya karena mereka merupakan generasi terbaik dalam meneladani Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam dalam segala hal, termasuk berda’wah. Sedangkan Aisyah radhiyallahu ’anha mengatakan:
كَانَ كَلَامُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلَامًا فَصْلًا يَفْهَمُهُ كُلُّ مَنْ سَمِعَهُ
“Ucapan Rasulullah adalah ucapan fashlan (singkat dan jelas). Setiap orang yang menyimaknya pasti segera memahaminya.” (HR Abu Dawud 12/467)
Di samping itu, ada hal lain lagi yang menyebabkan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam dan para sahabat radhiyallahu ’anhum dimudahkan Allah subhaanahu wa ta’aala merebut hati kaum musyrik dan kafir sehingga mereka mau menerima ajakan da’wah Islam. Hal ini berkaitan dengan konsistennya mereka mematuhi tiga pilar da’wah yang disebutkan Allah subhaanahu wa ta’aala di dalam Al-Qur’an, yakni:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
”Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata, "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri” (QS Fushilat ayat 33)
Dalam ayat di atas setidaknya terdapat tiga pilar utama dalam berda’wah. Bila seorang muslim sanggup memenuhi ketiga pilar da’wah tersebut insyaAllah ia bakal diizinkan Allah subhaanahu wa ta’aala sukses merebut hati manusia sehingga mau menyambut seruan da’wah Islam. Ketiga pilar da’wah tersebut adalah:
Pertama, ajakan secara lisan. Seorang muslim tidak mungkin atau kecil sekali kemungkinannya bakal sukses mengajak seorang manusia yang asalnya non-muslim untuk menyambut ajakan da’wah Islam bila ia tidak mau secara ekspilisit mengajaknya secara lisan kepada agama Allah subhaanahu wa ta’aala yang mulia ini. Inilah yang dimaksud dengan potongan ayat di atas:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ
”Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah.”
Itulah sebabnya kita wajib menghafalkan kata-kata bertuah penuh cinta kasih bernuansa da’wah yang sering disampaikan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam kepada non-muslim:
أَسْلِمْ تَسْلَمْ
”masuk Islamlah engkau, niscaya engkau bakal selamat di dunia dan akhirat”
Kedua, akhlak mulia (keteladanan). Selain itu, seorang muslim juga perlu memastikan bahwa ia tidak hanya om-do (omong doang). Tapi ia perlu memastikan bahwa ucapannya didukung dengan perilaku nyata yang menunjukkan keselarasan antara ucapan dan tindakan. Hal ini akan menjadikan dirinya memiliki nilai keteladanan di hadapan obyek da’wahnya. Salah satu kesulitan kita dewasa ini mengajak kaum non-muslim masuk Islam adalah karena adanya fakta pahit bahwa sebagian ummat Islam sendiri tidak memperlihatkan akhlak terpuji sehingga kaum non-muslim belum apa-apa sudah kehilangan kepercayaan terhadap kita, dan akhirnya hilang pula kepercayaan mereka terhadap agama kita, Al-Islam. Inilah yang diisyaratkan Allah dalam ayat di atas:
وَعَمِلَ صَالِحًا
“…mengerjakan amal yang saleh…”
Ketiga, konsistensi dalam memelihara identitas keIslaman. Pilar ketiga yang akan menyempurnakan kesuksesan da’wah seorang muslim adalah konsistensinya dalam menjaga dan mempertahankan identitas keIslamannya. Ke manapun ia pergi dan dengan siapapun ia berinteraksi hendaknya ia selalu memperlihatkan identitas keIslamannya betapapun situasinya. Jangan hendaknya ia membaca doa sebelum makan, misalnya, ketika di tengah kerumunan saudara muslimnya saja. Namun ketika ia makan di sebuah restoran di tengah masyarakat asing ia segan atau malu atau bahkan takut membaca doa makan. Padahal boleh jadi dengan ia konsisten membaca doa makan hal itu menjadi stimulans bagi terjadinya proses da’wah. Inilah makna potongan ayat yang berbunyi:
وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
”...dan ia berkata, "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”
Apabila anda mempunyai saran atau kritik untuk rubrik atau artikel ini, silahkan kirimkan melalui email kepada penulis di ican_ipin@eramuslim.com
Orang Beriman Tidak Mengalami Kiamat
Oleh Ihsan Tandjung
Kiamat merupakan hari yang sangat dahsyat di mana Allah subhaanahu wa ta’aala taqdirkan terjadinya kehancuran total seluruh alam atas kehendak-Nya sendiri. Allah subhaanahu wa ta’aala yang menciptakan segala sesuatu berhak dan tentunya Maha Kuasa untuk menghancurkan semuanya. Pada hari itu gunung-gunung akan diterbangkan seperti bulu yang dihambur-hamburkan. Pada hari itu manusia seperti anai-anai yang bertebaran. Bintang-bintang pada berjatuhan, unta-unta bunting ditinggalkan alias tidak diperdulikan, binatang-binatang liar dikumpulkan sedangkan lautan dipanaskan.
Sungguh, peristiwa berlangsungnya kiamat merupakan peristiwa yang sangat menakutkan dan menggoncangkan jiwa manusia. Bila kita cermati ayat-ayat Al-Qur’an yang menggambarkan peristiwa kiamat, maka kita akan segera melihat pemandangan yang sangat mengerikan. Kita tidak bisa bayangkan bagaimana manusia bisa selamat dari peristiwa tersebut. Dan memang, tidak ada yang bakal selamat dari kejadian kiamat. Hari tersebut merupakan puncak kehancuran alam raya dunia fana ini.
Berbagai kehancuran alam yang terjadi di masa lalu sepanjang sejarah manusia seringkali digambarkan Al-Qur’an sebagai bentuk azab Allah subhaanahu wa ta’aala kepada kaum-kaum terdahulu yang membangkang kepada para Nabi utusan Allah ’alaihimus-salaam. Oleh karenanya, peristiwa kiamat bisa dikatakan sebagai puncak azab bagi manusia yang tersisa di saat itu. Dan hal ini selaras dengan keterangan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam dalam haditsnya di mana dikatakan bahwa peristiwa kiamat hanya menimpa orang-orang yang jahat.
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ إِلَّا عَلَى شِرَارِ النَّاسِ
“Kiamat tidak akan berlangsung kecuali menimpa atas orang-orang yang paling jahat.” (HR Muslim 5243)
Lalu di mana keberadaan orang-orang beriman alias kaum muslimin saat kiamat terjadi? Berdasarkan hadits-hadits shohih, Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengatakan bahwa sebelum kiamat terjadi saat tanda-tanda besar mulai bermunculan, maka begitu sudah dekat sekali menjelang terjadinya kiamat Allah subhaanahu wa ta’aala akan mendatangkan sebuah angin sejuk yang menyebabkan setiap orang beriman menemui ajalnya saat tersentuh angin tersebut. Sebab Allah subhaanahu wa ta’aala tidak akan mengizinkan kiamat terjadi ketika masih ada kaum beriman di muka bumi walau seorangpun.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ رِيحًا مِنْ الْيَمَنِ أَلْيَنَ مِنْ الْحَرِيرِ فَلَا تَدَعُ أَحَدًا فِي قَلْبِهِ قَالَ أَبُو عَلْقَمَةَ مِثْقَالُ حَبَّةٍ و قَالَ عَبْدُ الْعَزِيزِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ إِيمَانٍ إِلَّا قَبَضَتْهُ
”Sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aala akan mengutus suatu angin yang lebih lembut dari sutera dari arah Yaman. Maka tidak seorangpun (karena angin tersebut) yang akan disisakan dari orang-orang yang masih ada iman walau seberat biji dzarrah kecuali akan dicabut ruhnya.” (HR Muslim 1098)
Setelah Allah subhaanahu wa ta’aala mencabut nyawa semua orang beriman, termasuk orang yang di dalam hatinya terdapat sedikit keimanan, Allah subhaanahu wa ta’aala mendatangkan kiamat sebagai balasan atas kekufuran dan kemusyrikan yang dilakukan manusia yang masih hidup di muka bumi. Demikianlah yang dijelaskan hadits Rasulullah Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.
ثُمَّ يُرْسِلُ اللَّهُ رِيحًا بَارِدَةً مِنْ قِبَلِ الشَّأْمِ فَلَا يَبْقَى عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ أَحَدٌ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ أَوْ إِيمَانٍ إِلَّا قَبَضَتْهُ … فَيَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ فِي خِفَّةِ الطَّيْرِ وَأَحْلَامِ السِّبَاعِ لَا يَعْرِفُونَ مَعْرُوفًا وَلَا يُنْكِرُونَ مُنْكَرًا فَيَتَمَثَّلُ لَهُمْ الشَّيْطَانُ فَيَقُولُ أَلَا تَسْتَجِيبُونَ فَيَقُولُونَ فَمَا تَأْمُرُنَا فَيَأْمُرُهُمْ بِعِبَادَةِ الْأَوْثَانِ وَهُمْ فِي ذَلِكَ دَارٌّ رِزْقُهُمْ حَسَنٌ عَيْشُهُمْ ثُمَّ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ
Rasulullah bersabda: “Kemudian Allah melepaskan angin dingin yang berhembus dari Syam. Maka tidak seorangpun dari manusia yang beriman kecuali dicabut nyawanya... sehingga yang tersisa hanya manusia jahat yang tidak memiliki keimanan. Mereka tidak mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk hingga syetan muncul dan berkata: ”Mengapa kalian tidak memenuhi seruanku saja?” Mereka menjawab: ”Apa yang kalian perintahkan pada kami?” Syetan memerintahkan kepada mereka untuk menyembah berhala. Maka merekapun mengikuti saran tersebut. Sedangkan mereka berada dalam kehidupan yang serba berkecukupan, kemudian ditiuplah sangkakala (hari kiamatpun datang).” (HR Muslim 14/175)
Maka, saudaraku, marilah kita menjaga ni’mat yang paling istimewa ini, yakni ni’mat iman dan Islam di dalam dada kita hingga akhir hayat tiba. Marilah kita beristiqomah dalam iman dan Islam, sebab kita tidak tahu kapan persisnya Allah subhaanahu wa ta’aala datangkan angin yang akan mencabut nyawa setiap mu’min tersebut. Tapi suatu hal yang pasti, marilah kita berdoa semoga ketika Allah subhaanahu wa ta’aala taqdirkan angin itu berhembus kita tidak termasuk yang dibiarkan hidup sehingga harus mengalami hari dahsyat kiamat.
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
“Ya Allah, yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku dalam ketaatan kepadaMu.” (HR Muslim 13/119)
Apabila anda mempunyai saran atau kritik untuk rubrik atau artikel ini, silahkan kirimkan melalui email kepada penulis di ican_ipin@eramuslim.com
Pentingnya Sholat Berjamaah di Masjid
Oleh Ihsan Tandjung
Sebagian ummat Islam masih membiasakan diri mengerjakan sholat lima waktu di rumah atau di kantor tempat ia bekerja. Sangat sedikit yang membiasakan sholat lima waktunya berjamaah di masjid atau musholla di mana azan dikumandangkan. Bahkan ada sebagian saudara muslim yang membiasakan dirinya sholat seorang diri alias tidak berjama’ah. Padahal terdapat sekian banyak pesan dari Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam yang menganjurkan ummat Islam –terutama kaum pria- sholat berjama’ah di masjid tempat di mana azan dikumandangkan.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ
حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ (صحيح مسلم)
Ibn Mas’ud radhiyallahu ’anhu berkata: “Barangsiapa ingin bertemu Allah esok hari sebagai seorang muslim, maka ia harus menjaga benar-benar sholat pada waktunya ketika terdengar suara adzan. Maka sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aala telah mensyari’atkan (mengajarkan) kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam beberapa SUNANUL-HUDA (perilaku berdasarkan hidayah/petunjuk) dan menjaga sholat itu termasuk dari SUNANUL-HUDA. Andaikan kamu sholat di rumah sebagaimana kebiasaan orang yang tidak suka berjama’ah berarti kamu meninggalkan sunnah Nabimu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Dan bila kamu meninggalkan sunnah Nabimu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam pasti kamu tersesat. Maka tidak ada seseorang yang bersuci dan dia sempurnakan wudhunya kemudian ia berjalan ke masjid di antara masjid-masjid ini kecuali Allah subhaanahu wa ta’aala mencatat bagi setiap langkah yang diangkatnya menjadi kebaikan yang mengangkat derajatnya dan bagi setiap langkah yang diturunkannya menjadi penghapus kesalahannya. Dan sungguh dahulu pada masa Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam tiada seorang tertinggal dari sholat berjama’ah kecuali orang-orang munafiq yang terang kemunafiqannya. Sungguh adakalanya seseorang itu dihantar ke masjid didukung oleh dua orang kanan kirinya untuk ditegakkan di barisan saf.” (HR Muslim 3/387).
Berdasarkan hadits di atas sekurangnya terdapat beberapa pelajaran penting:
Pertama, seseorang yang disiplin mengerjakan sholat saat azan berkumandang akan menyebabkan dirinya diakui sebagai seorang muslim saat bertemu Allah subhaanahu wa ta’aala kelak di hari berbangkit. Sungguh suatu kenikmatan yang luar biasa...! Pada hari yang sangat menggoncangkan bagi semua manusia justru diri kita dinilai Allah subhaanahu wa ta’aala sebagai seorang hamba-Nya yang menyerahkan diri kepada-Nya. Kita tidak dimasukkan ke dalam golongan orang kafir, musyrik atau munafiq.
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ
”Barangsiapa ingin bertemu Allah esok hari sebagai seorang muslim, maka ia harus menjaga benar-benar sholat pada waktunya ketika terdengar suara adzan.”
Kedua, menjaga sholat termasuk kategori aktifitas SUNANUL-HUDA (perilaku atau kebiasaan berdasarkan pertunjuk Ilahi). Barangsiapa memelihara pelaksanaan kewajiban sholat lima waktu setiap harinya berarti ia menjalani hidupnya berdasarkan petunjuk dan bimbingan Allah subhaanahu wa ta’aala. Berati ia tidak membiarkan dirinya hidup tersesat sekedar mengikuti hawa nafsu yang dikuasai musuh Allah subhaanahu wa ta’aala, yakni syaitan.
فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى
”Maka sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aala telah mensyari’atkan (mengajarkan) kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam beberapa SUNANUL-HUDA (perilaku berdasarkan hidayah/petunjuk) dan menjaga sholat itu termasuk dari SUNANUL-HUDA.”
Ketiga, sholat di rumah identik dengan meninggalkan sunnah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Padahal tindakan meninggalkan sunnah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam merupakan gambaran raibnya cinta seseorang kepada Nabinya Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Sebaliknya, bukti cinta seseorang akan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam adalah kesungguhannya untuk melaksanakan berbagai sunnah beliau, Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.
وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ
”Andaikan kamu sholat di rumah sebagaimana kebiasaan orang yang tidak suka berjama’ah berarti kamu meninggalkan sunnah Nabimu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.”
Keempat, meninggalkan sunnah Nabi akan menyebabkan seseorang menjadi TERSESAT. Berarti tidak lagi hidup di bawah naungan bimbingan dan petunjuk Allah. Sungguh mengerikan, bilamana seorang muslim merasa menjalankan kewajiban sholat, namun karena ia kerjakannya tidak di masjid, maka hal itu menyebabkan dirinya menjadi tersesat dari jalan yang lurus...! Na’udzubillaahi min dzaalika.
وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ
”Dan bila kamu meninggalkan sunnah Nabimu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam pasti kamu tersesat.”
Kelima, barangsiapa menyempurnakan wudhu lalu berjalan ke masjid, maka hal itu akan mendatangkan kenaikan derajat dan penghapusan kesalahan.
وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً
”Maka tidak ada seseorang yang bersuci dan dia sempurnakan wudhunya kemudian ia berjalan ke masjid di antara masjid-masjid ini kecuali Allah subhaanahu wa ta’aala mencatat bagi setiap langkah yang diangkatnya menjadi kebaikan yang mengangkat derajatnya dan bagi setiap langkah yang diturunkannya menjadi penghapus kesalahannya.”
Keenam, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu menggambarkan bahwa pada zaman Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam masih hidup di tengah para sahabat radhiyallahu ’anhum jika ada yang tertinggal dari sholat berjamaah maka ia dipandang identik dengan orang munafiq sejati
وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ
”Dan sungguh dahulu pada masa Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam tiada seorang tertinggal dari sholat berjama’ah kecuali orang-orang munafiq yang terang kemunafiqannya.”
Ketujuh, di zaman Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam sedemikian bersemangatnya orang menghadiri sholat berjamaah di masjid sampai-sampai ada yang dipapah dua orang di kiri-kanannya agar ia bisa sholat berjamaah di masjid
وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفّ
”Sungguh adakalanya seseorang itu dihantar ke masjid didukung oleh dua orang kanan kirinya untuk ditegakkan di barisan saf.”
Ya Allah, berkahi, mudahkan dan kuatkanlah kami untuk selalu sholat lima waktu berjama’ah di masjid bersama saudara muslim kami lainnya. Amin.-
Apabila anda mempunyai saran atau kritik untuk rubrik atau artikel ini, silahkan kirimkan melalui email kepada penulis di ican_ipin@eramuslim.com
KISAH SEPOTONG MALAM KELUARGA SALAFUSHALIH ABU YAZID
KISAH NYATA (KISTA)
Suatu malam,ketika Abu Yazid menghafal Al Qur’an surat Al Muzzammil dihadapan ayahnya. “Yaa ayyuhal muzzammil qumillaila ilia qalilla…” Wahai orang-orang yang berselimut, bangunlah diwaktu malam kecuali sedikit,” (QS Al Muzzammil / 1-2). Saat ia sedang membaca ayat tersebut, Abu yazid bertanya pada ayahnya. “Ayah, siapa yang dikatakan orang yang selimut dalam ayat ini?” Ayah berkata, “Anakku, yang dimaksaud adalah Nabi Muhammad.” Abu yazid bertanya lagi, “Ayah, kenapa engkau tidak melakukan shalat tahajjud, sebagaimana yang Rasul lakukan?”, “Anakku, bangun malam itu hanya diwajibkan khusus pada Nabi saja, tapi tidak untuk umatnya,” jawab sang aqyah. Abu yazid terdiam. Ia pun melanjutkan hafalannya sampai pada firman Allah, “Inna Rabbaka ya’lamu annaka taqumu adna min tsulutsai llaili wa nishfahu wa tsulutsahu wa thaitatun minalladzina ma’aka” (QS. Al Muzzammil : 20). “Sesungguhnya Rabbmu mengetahui bahwa engkau berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, seperdua malam, atau sepertiganya, bersama sekelompok orang yang bersamamu.”
Abu yazid bertanya lagi, “Ayah, aku mendengar dalam ayat ini, ada sekelompok orang yang mendirikan shalat malam bersama Rasulullah, siapa mereka itu?” Ayahnya menjawab, “Anakku, mereka itu para sahabat radhiallahu anhum.” “Kalau begitu ayahku, apakah baik kita meninggalkan apa yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya?” Ayahnya tercenung dan mengatakan, “Engkau benar anakku.”
Malam harinya, sang ayah segera melakukan shalat malam. Abu yazid terbangun dan melihat ayahnya akan melakukan shalat. Ia segera mengatakan, “Ayah, tolong ajarkan aku bagaimana caranya berwudhu dan aku ingin shalat bersamamu.” Ayahnya mengatakan, “anakku tidurlah, kamu masih kecil…” Mendengar jawaban seperti itu Abu yazid berkata, “Ayah, jika nanti pada hari manusia tercerai berai (hari kiamat), dan masing-masing orang diperlihatkan amal-amal mereka selama hidupnya, aku akan berkata kepada Allah, “Aku telah meminta pada ayahku untuk mengajariku bagaimana caranya berwudhu, agar aku melakukan shalat bersamanya, tapi ayahku hanya mengatakan, “Tidurlah, kamu masih kecil…”
Sang ayah terkejut dan mengatakan, “Tidak, demi Allah wahai anakku. Aku tidak ingin hal itu terjadi.” Akhirnya ia mengajarkan cara berwudhu kepada Abu yazid, dan malam itu juga mereka shalat bersama-sama (Anba Nujaba Al abna, syaikh Ibnu Al Makky).
AJARI HAMBA YA ROBBI…
PUISI
AJARI HAMBA YA ROBBI…
Robb
Ajari hamba untuk terus bersyukur
Bahkan sampai hamba berada dalam keadaan paling teraniaya sekalipun
Ajari hamba untuk terus menjadi orang baik
Bahkan hingga ketika dunia tak sanggup lagi
Ajari hamba ya Robbi
Agar selalu tertawa setelah menangis
Agar bisa bangkit setelah jatuh
Agar bisa terus berjalan, walau aral melintang didepan sana
Agar tidak pernah menyerah, walau dalam kondisi terminal sekalipun
Ajari hamba ya Robbi
Agar tak pernah kehilangan cinta
Agar tidak kehilangan kepercayaan
Bahwa masih ada cinta disini, yang patut untuk diperjuangkan
Ajari hamba ya Robbi…
Agar tidak menjalani hidup yang sia-sia
Ajari hamba ya Robbi
Dalam cinta khouf&raja’
Sarah Amatullah
PENDEKATAN SPIRITUAL DALAM PROSES PENYEMBUHAN
Abstrak
Manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual memiliki kepercayaan sebagai kebutuhan spiritual untuk mempertahankan keyakinan dan memenuhio kewajiban agama. Kebutuhan spiritual diyakini dapat menuntun kebiasaan sehari-hari, sumberkekuatan dan penyembuhan berkaitan denghan karakteristik spiritual seseorang.
Tujuan penulisan artikel ini adalah agar setiap orang mampu menampilkan aspek spiritual dalam proses penyembuhan dengan jalan membangun karakteristik spiritual yang positif dari dalam diri si sakit sendiri serta dukungan dari pihak-pihak yang ada disekitarnya.
Keyakinan tentang pemahaman agama dapat memberikan dukungan dalam upaya mempercepat proses penyembuhan. Kondisi sakit dapat mempengaruhi hubungsan pasien dengan orang lain, dengan lingkungan sekitar mereka dan dengan Tuhan. Dengan adanya keyakinan keberadaan Tuhan dapat mempengaruhi harapan-harapan si sakit terhadap kesembuhannya, dan dengan harapan itu dapat meningkatkan motivasi untuk kembali ke keadfaan normal.
Kata kunci : pendekatan spiritual, karakteristik spiritual, proses penyembuhan
PENDAHULUAN
Seseorang dikatakan sehat tidak hanya dilihat dari badan atau fisiknya saja, psikologisya saja atau sosial budayanya saja, tetapi seseorasng dikatakan sehat adalah sehat secara menyeluruh termasuk didalamnya sehat secara spiritual. Dulu WHO mendefinisikan orang sehat adalah keadaan sejahtera baik fisik, mental sosial dan bebas dari penyakit atau kecacatan. Tetapi sejak tahun 1984 definisi tersebut sudah berubah yaitu dengan memasukkan unsur spiritual / kerohanian / agama. Jadi sekarang istilah sehat ditinjau dari empat aspek yaitu fisik, mental, sosial dan spiritual / kerohanian.(1)
Seseorang yang mengalami sakit tertentu untuk menuju sehat melalui suatu proses yaitu proses penyembuhan. Dalam proses penyembuhan ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik spiritual si sakit. Karakteristik spiritual pada seseorang dapat positif atau negatif. Seseorang dengan karakteristik spiritual positif cenderung mampu uyntuk mengartikan sakit sebagai hal positif sehingga dapat memunculkan motivasi bagi dirinya untuk berupaya segera keluar dari keadaan sakitnya. Sedangkan seseorang dengan karakteristik spiritual negatif memiliki kecenderungan menganggap sakit sebagai hal yang buruk atau negatif sehingga dia akan mengalami kesulitan untuk memotivasi dirinya sendiri untuk segera sembuh, biasanya diikuti dengan perasaan putus asa dan pasrah tanpa usaha.
Dari masalah diatas melalui artikel ini diharapkan agar setiap orang mampu menampilkan aspek spiritual dalam proses penyembuhan dengan jalan membangun karakteristik spiritual yang positif dari dalam diri si sakit sendiri serta dukungan dari pihak-pihak yang ada disekitarnya.
ISI
Spiritualitas
Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik ataupun kematian, kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia.
Menurut Burkhardt (1993), spiritualitas meliputi aspek : 1.Berhubungan dengan seseuatu yang tidak diketahui, 2. Menemukan arti dan tuuan hidup, 3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber dan kekuatan dalam diri sendiri, 4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Tuhan Yang Maha Tinggi.(2)
Prof. Ali Yahfi dalam sebuah tulisan menyebutukan bahwa spiritual adalah sisi bsati atau sisi rohani manusia dan sisi kekuatan yaitu nafs, akal dan hati nurani (qolb).(3)
Pendekatan spiritual pada proses penyembuhan dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu aspek agama, kepercayaan / keyakinan (faith) dan harapan.
Agama. Merupakan suatu sistem ibadah yang terorganisir atau teratur. Agama mempunyai keyakinan sentral, ritual dan praktik yang biasanya berhbungan dengan kematian, perkawinan dan keselamatan / penyelamatan (salvation). Agama mempunyai peraturan-peraturan tertentu yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari yang meemberikan kepuasan bagi yang menjalankannya. Perkembangan keagamaan individu merujuk pada penerimaan keyakinan, nilai, aturan dan ritual tertentu. Elizabeth K Nottingham mendefinisikan agama sebagai gejala yang begitu sering terdapat dimana-mana dan agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam semesta. Selain itu agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna dan juga erasaan takut dan ngeri. Meskioun perhatian tertuju kepada adanya suatu dunia yang tidak dapat dilihat (akhirat) namun agama melibatkan dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari.(2,4)
Kepercayaan / keyakinan. Mempunyai kepercayaan / keyakinan berarti mempercayai atau memiliki komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Dalam konsep kepercayaan terdapat dua pengertian yaitu : 1. Didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga keagamaan seperti islam, Kristen, hindu, budha dan lain-lain; 2. Didefinisikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan keTuhanan, kekuasaan tertinggi, orang yang memiliki wewenang atau kuasa, suatu perasaan yang memberikan alasan tentang keyakinan (belief) dan keyakinan sepenuhnya (action). (5)
Harapan. Merupakan konsep multidimensi, suatu kelanjutan yang sifatnya berupa kebaikan, perkembangan dan bisa mengurangi sesuatu yang kurang menguntungkan. Harapan juga merupakan energi yang bisa memberikan motivasi kepada individu untuk mencapai suatu prestasi dan orientasi ke depan. Menurut Hawari (1996), dengan harapan kekuatan spiritual seseorang dalam upaya kesehatan membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme, yang merupakan dua hal esensial bagi kesembuhan penyakit disamping obat-obatan dan tindakan medis.(3)
Karakteristik Spiritual
Karakteristik spiritual manusia terdapat pada bentuk hubungan rasa keharmonisan saling kedekatan dalam diri, antara diri dengan orang lain, alam dan hubungan dengan keTuhanan.
Hubungan dengan diri sendiri sebagai kekuatan dalam dan self reliance yang meliputi : pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya) ; dan sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan / masa depn, ketenangan pikiran, harmoni / keselarasan dengan diri sendiri). Hubungan dengan alam membentuk harmoni yang meliputi mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim ; dan bagaiman berkomunikasi dengan alam (bertanam, berjalan kaki), mengabadikan dan melindungi alam.
Hubungan dengan orang lain meliputi harmonis / suportif dan tidak harmonis. Harmonis meliputi berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbale balik ; mengasuh anak, orangtua dan orang sakit ; meyakini kehidupan dan kematian. Tidak harmonis meliputi konflik dengan orang lain dan resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi. Hubungan dengan keTuhanan yang terwujud agamais dan tidak agamais seperti sembahyang / berdoa / meditasi, perlengkapan keagamaan dan bersatu dengan alam.(2)
Proses Penyembuhan
Penyembuhan meupakan proses peralihan dari sakit menuju sehat. Seseorang ketika menghadapi kenyataan bahwa dia sakit tidak seutuhnya langsung menerimaapa yang ada dihadapannya saat itu juga, tetapi adakalanya melalui suatu proses terlebih dahulu.
Klubber Ross (1969) mengklasifikasikan tahapan sakit kedalam lima tahap yaitu denial, anger, begaining, depression dan acceptance. Denial .Pada tahap denial seseorang akan menolak kenyataan / menimbulkan rasa ketidakpercayaan bahwa dia sakit. Orang akan merasa syok. Anger. Kemudian mereka akan menjadi anger atau timbul kemarahan dan respon yang melebihi denial. Kemarahan terjadi ketika orang yang sakit merasa rencana dan kegiatannya terganggu. Orang yang sakit akan merasa iri terhadap orang lain yang masih dapat menikmati kehidupan. Kemarahan biasanya ditumpahkan melalui reaksi alamiah dan sering dilakukan terhadap siapapun yang ada disekitarnya. Bergaining atau tawar-menawar. Seseorang akan mencoba menunda atau memesan saat-saat sakit. Dan masih ada waktu untuk berdoa, melengkapi tujuan hidup. Seseorang akan berjanji memperbaiki cara hidup dan akan lebih sering berdoa. Depresion. Pada tahap ini seseorang kemungkinan mengalami kecemasan yang dapat membawa menuju keputusasaan. Acceptance / penerimaan. Seseorang telah mampu meneima bahwa ia sakit. Apabila ia telah mendapat cukup waktu dan telah dibantu dalam menjalani tahap-tahap sebelumnya, maka ia akan tiba pada suatu keadaan tidak merasa depresi maupun marah terhadap nasibnya.(2)
PEMBAHASAN
Seseorang yang mengalami sakit tertentu seringkali mengalami pergeseran spiritualitas yang besar dan manifestasinya bergantung pada bagaimana orang tersebut dalam menghadapi suatu permasalahan.
Manusia sebagai makhluk holistik yang meliputi biopsikososiokultural dan spiritual yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Aspek biopsikososiokultural dapat dipenuhi melalui pengobatan secara medical maupun terapi jiwa oleh psikolog. Namun kadangkala pengobatan yang dilakukan tidak seratus persen menghasilkan harapan yang diinginkan yaitu kesembuhan. Seringkali seseorang yang mengalami sakit tertentu belum sembuh total meskipun telah dilakukan berbagai macam cara. Salah satu penyebabnya dapat berupa ketidak yakinan pada diri si sakit yang menyebabkan rendahnya harapan untuk sembuh dari sakit.
Hal ini kebanyakan terjadi pada orang-orang yang berada pada kondisi terminal yaitu suatu keadaan yang cenderung menurun terus-menerus dan hanya terdapat kemungkinan sembuh yang sangat kecil atau dengan kata lain hanya menunggu saat ajal atau kematian tiba. Pada kondisi seperti ini aspek spiritual seseorang benar-benar diuji. Apakah ia mampu menggunakan agama, keyakinan atau kepercayaan untuk memunculkan motivasi dan harapan untuk terus melawan penyakitnya dengan tabah dan terus berusaha untuk sembuh dengan selalu berserah diri dan tawakal kepada Tuhan atau sebaliknya orang akan semakin menjauh karena putus asa maupun depresi.
Disinilah karakteristik spiritual mulai berperan baik dalam hubungan dengan dirinya sendiri, hubungan dengan alam, hubungan dengan orang lain dan yang tertinggi adalah hubungan dengan Tuhan.
Antara diri, alam, orang lain dan Tuhan terdapat hubungan yang saling berkaitan. Sebagai contoh, seorang pasien paska operasi pencangkokan tulang pada ekstremitas atas. Ia tidak dapat melakukan fungsi tangannya dengan normal. Kondisi ini juga mempengaruhi peran sosialnya terhadap lingkungan sekitar. Pada keadaan ini seseorang sangat memerlukan bantuan dari orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, sosial cultural dan kebutuhan spiritual.
Seseorang dengan karakteristik spiritual yang positif akan mampu memunculkan motivasi dari dalam dirinya sendiri yang mampu meningkatkan harapan kesembuhan. Orang seperti ini memiliki keyakinan yang kuat berdasarkan perilaku agamis yang dimiliki sehingga memiliki rasa optimis. Sedangkan bagi mereka yang memiliki karakteristik spiritual negatif akan cenderung sulit keluar dari keadaan dan statis yang biasanya diikuti rasa putus asa. Orang seperti ini sangat memerlukan dukungan yang lebih dari orang lain yang berada disekitarnya terutama dukungan dari keluarga atau orang terdekat melalui pendekatan baik kepercayaan / keyakinan, agama dan juga harapan.
Pendekatan keyakinan / kepercayaan dapat dilakukan dengan jalan membantu si sakit untuk meningkatkan konsep diri atau pengetahuan diri dan pengalaman dirinya bersama tubuhnya. Atau setidaknya membangkitkan kembali konsep diri karena kecenderungan orang yang sakit pada tahap awal terutama pada tahap disbelief dan agree seseorang mengalami gangguan konsep diri seperti timbulnya stress karena ketidakmampuan menerima kenyataan bahwa ia sakit. komunikasikan kepada si sakit tentang siapa dirinya dan apa yang dapat dilakukannya. Bangun sikap percaya pada diri sendiri dan arahkan untuk kembali mengingat harapan-harapannya tentang masa depan. Upayakan agar si sakit memperoleh ketenangan batin sehingga ia mampu mengendalikan diri dan pikirannya untuk meningkatkan motivasi untuk keluar dari masalahnya yaitu segera sembuh dari sakit.
Jatuh cinta berjuta rasanya.
CINTA BUTA. Apaan sich ???0-
Cinta buta atau Al-‘isyqu adalah berlebihan dalam cinta yaitu yang dicintai menguasai hati yang mencintai sehingga orang yang dicintai tidak lepas dari khayalan, ingatan, dn pemikiran orang yang mencintai, karena tidak lepas dari detakan hati dan pikirannya, ketika itu dirinya tidak dapat menggunakan kekuatan tubuh dan jiwa sehingga kekuatan itu menjadi hilang.
Gimana yaaa caranya ngatasin BLIND LOVE…….
Mengobati penyakit hati dan cinta, ada dua cara yaitu melepaskan semua materi cinta sebelum ia melekat pada jiwa manusia dan membuang materi-materi cinta setelah melepaskannya.
Terus-menerus berdo’a
Mencegah mengikuti hawa nafsu
Mengobati hawa nafsu
Tidak meneladani teladan
cinta buta
Mengobati luka lama
Merahasiakan dan
sabar akan cinta buta
Cinta itu mulanya hanya berupa riak-riak gelombang yang kecil, ketika riak-riak itu tiba masih mudah untuk dikendalikan
Tapi apabila pecinta tenggelam dalam riakan berupa hawa nafsu,perkaranya tak kuasa dikendalikan sekalipun oleh orang kuat.
Apa yang Terjadi ketika Kita Membunyikan Ruas Jari?
Sisi positifnya, ada bukti yang menyatakan bahwa peningkatan mobilitas dalam sendi setelah digeletukkan otot sekitar sendi menjadi rileks (tidak tegang ). Selain jari tangan, tulang punggung, lutut, siku, sendi lain yang dapat bergerak mampu menghasilkan suara gemeletuk.
Sumber: Marshal Brain, What if..(Intriguing Answers for the Insatiably Curious). Wiley Publishing,Inc
edisi Indonesia (Bagaimana Seandainya). Bandung Pakar Raya. hal 128-29
Kamis, 12 Juni 2008
Wirid Sesudah Sholat Wajib
Ada sebagian muslim bilamana selesai mengerjakan sholat lima waktu langsung meninggalkan tempat sholatnya lalu berdiri untuk segera kembali meneruskan kesibukan duniawinya. Mereka tidak menyempatkan diri untuk berhenti sejenak membaca wirid ataupun bacaan-bacaan yang sesungguhnya dianjurkan dan dicontohkan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.
Padahal terdapat banyak variasi wirid yang dicontohkan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam selepas beliau mengerjakan sholat lima waktu. Di antaranya:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
Apabila Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam selesai dan salam dari sholat beliau mengucapkan: ”Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagiNya. BagiNya segala puji dan bagiNya kerajaan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau cegah. Kekayaan seseorang tidak berguna dari ancamanMu.” (HR Bukhary 3/348)
Setidaknya dari wirid di atas ada tiga poin penting yang mengandung pengokohan kembali iman seseorang. Pertama, ia mengokohkan pengesaannya akan Allah subhaanahu wa ta’aala. Ia memperbaharui tauhid-nya, keimanannya bahwa hanya ada satu ilah di jagat raya ini dan bahwa ilah tersebut tidak memiliki sekutu apapun bersamaNya.
Kedua, ia mengokohkan keyakinannya bahwa sesungguhnya rezeqi seseorang sepenuhnya telah ditakar dan ditentukan terlebih dahulu oleh Allah subhaanahu wa ta’aala. Sehingga pembaharuan keyakinan ini akan membuat dirinya tetap rajin namun tidak ngoyo dalam mengejar rezeqi di dunia.
Ketiga, ia bahkan membebaskan dirinya dari faham materialisme. Suatu faham yang menganggap bahwa banyak-sedikitnya materi menentukan mulia-hinanya seseorang. Padahal sekaya apapun seseorang, maka sesungguhnya kekayaannya itu tidak dapat membebaskan dirinya dari ancaman serta siksaan Allah subhaanahu wa ta’aala bilamana ia tidak memenuhi hak Allah untuk disembah dan diesakan. Allah subhaanahu wa ta’aala bukanlah seperti kebanyakan fihak di dunia fana ini yang dengan mudah bisa disuap.
Ada lagi jenis wirid yang biasa Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam kerjakan sebagai berikut:
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِهِ يَوْمًا ثُمَّ قَالَ يَا مُعَاذُ إِنِّي لَأُحِبُّكَ فَقَالَ لَهُ مُعَاذٌ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ وَأَنَا أُحِبُّكَ قَالَ أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ أَنْ تَقُولَ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
Dari sahabat Mu’adz radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah menggandeng tangnnya dan bersabda: “Demi Allah, hai Mu’adz, sesungguhnya aku mencintaimu.” Lalu beliau bersabda: “Aku berwasiat kepadamu hai Mu’adz, jangan kau tinggalkan setiap selesai sholat ucapan: “Ya Allah, berilah pertolongan kepadaku untuk berdzikir menyebut namaMu, syukur kepadaMu dan ‘ibadah yang baik untukMu.”(HR Ahmad 45/96)
Orang yang rajin membaca wirid di atas selepas sholat lima waktu tentu akan menjadi seorang mu’min yang senantiasa rendah hati dan hanya bergantung kepada Allah subhaanahu wa ta’aala. Sebab betapapun banyaknya aktivitas dzikir, bersyukur dan ber-ibadahnya namun dengan penuh kesadaran ia terus memohon hanya kepada Allah subhaanahu wa ta’aala untuk menjadikan dirinya selalu sanggup mengerjakan ketiga perkara mulia tersebut.
Bahkan ada jenis wirid yang menurut Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam bila dikerjakan seorang muslim selepas sholat lima waktu akan menyebabkan dirinya terjamin memperoleh ampunan Allah subhaanahu wa ta’aala atas segenap dosanya betapapun banyaknya dosa yang ia miliki:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ (مسلم)
“Barangsiapa bertasbih kepada Allah tigapuluh tiga kali setiap selesai sholat lalu bertahmid kepada Allah tigapuluh tiga kali dan bertakbir kepada Allah tigapuluh tiga kali maka itu adalah sembilanpuluh sembilan lalu mengucapkan -sebagai penyempurna menjadi seratus- dengan “Tidak ada ilah selain Allah tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segenap kerajaan dan miliknya segenap puji-pujian. Dan Dia atas segala sesuatu Maha Berkuasa, ” niscaya dosa-dosanya diampuni meskipun seperti buih lautan.” (HR Muslim 3/262)
Tidak ada seorangpun manusia yang luput dari kesalahan dan dosa. Sehingga seorang muslim pastilah sangat berhajat akan ampunan Allah subhanaahu wa ta'aala agar dirinya selamat pada hari perhitungan kelak di akhirat.
Maka, saudaraku, sempatkanlah untuk membaca wirid-wird yang dianjurkan dan dicontohkan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam selepas sholat lima waktu. Jangan menjadi hamba dunia yang menyangka bahwa jika sudah selesai sholat yang penting adalah segera kembali mengerjakan kesibukan duniawinya. Padahal apalah artinya segenap dunia yang dikejar dibandingkan dengan kebaikan yang dijanjikan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam jika kita mau saja mengisi waktu sejenak selepas sholat wajib harian kita.
Apabila anda mempunyai saran atau kritik untuk rubrik atau artikel ini, silahkan kirimkan melalui email kepada penulis di ican_ipin@eramuslim.com
Jatuh Dalam Kesalahan Dan Bangkit Dengan Kebenaran
Hindari mengeluh dan mengomel!
Kendalikan emosi.
Sampaikan pendapat dengan santun dan dengan kata-kat yang positif
Beri waktu kepada pendengar untuk berpikir
Kembali untuk mengingatkan pendapat yang sudah disampaikan (sikap persisten)Terima kasih saya ucapkan atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menyampaikan pendapat saya dalam situs ini, semoga tulisan saya berguna bagi para pembaca. Dan ingat "Success Is My Right!"Salam Sukses untuk Netter Andriewongso.comOleh : Debbie Sianturi
Diri yang Selalu Bersyukur
Di dalam sebuah minibus compound sepulang dari belajar bahasa Arab, saya duduk bersama tetangga saya yang baru pulang dari mengajar bahasa Inggris di sekolah Arab khusus perempuan di kawasan Rawdah. Meskipun kami bertetangga, tapi kami jarang memiliki kesempatan berbincang-bincang agak lama karena kesibukan kami masing-masing. Kami berbasa basi saling menanyakan kabar anak-anak dan keluarga kami masing-masing. Karena waktu liburan sekolah tinggal beberapa minggu lagi, kami pun saling menceritakan rencana mengisi liburan yang cukup lama, dua bulan. Tetangga saya yang warga negara Lebanon ini tetap berencana untuk mengisi liburannya di Lebanon, walaupun pada saat itu kondisi negaranya masih kacau karena sedang terjadi perang.
Saya pun bertanya kepadanya, “ Bagaimana keadaan keluarga, jauhkah dari lokasi perang?” “Oo……lokasinya tepat di depan jalan apartemen saudara laki-laki saya, bahkan saudara saya bisa melihat mobil dibakar dari jendela apartemennya.” “Terus apa keluargamu tidak mengungsi ke suatu tempat?“, “Bagaimana kabar mereka, baik-baik sajakah?” saya terus memberondongnya dengan beberapa pertanyaan. “Alhamdulillah, alhamdulillah mereka baik-baik saja, tidak mengungsi tetap tinggal di rumah masing-masing.”
“Bagaimana dengan anak-anak saudara laki-lakimu itu, keponakan-keponakanmu, sekolahnya berhenti?” “Ya sudah lima hari ini sekolah diliburkan karena kondisi perang. Di daerah saya tidak aman.“ lanjutnya “Bagaimana untuk memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari, keluar untuk berbelanja pastinya sulit bukan.“ penasaran saya bertanya lagi seperti seorang wartawan. “Alhamdulillah, mereka sudah terbiasa dalam kondisi seperti ini, jadi semua dapat diatur sedemikian rupa.“
Saya hanya terdiam dan otak ini terus memutar ulang percakapan saya dengannya. Sungguh tegar wanita di hadapan saya ini. Peristiwa demi peristiwa yang membahayakan nyawa keluarganya tetap ditanggapi dengan rasa syukur dan tidak ada wajah kekhawatiran berlebihan di sana.
Saya hanya dapat mendengarkan rentetan ceritanya. Baginya cerita ini hanya merupakan cerita yang biasa. Drama kehidupan sehari-hari. Saya sendiri tidak bisa membayangkan bagaimana bila saya yang berada dalam posisi seperti dirinya. Keluarganya harus bertahan di sebuah negara dan kota yang sedang dilanda huru hara, namun masih selalu menyebut syukur kepada Sang Pencipta Langit dan Bumi.***Pada kesempatan sebelumnya, saya berjumpa dengannya, juga di dalam kendaraan yang menjemput anak kami sekolah. Saya tanya dia karena sudah lama saya tidak pernah melihatnya di compund. Ternyata dia sakit karena ada masalah dengan ginjalnya hingga harus masuk rumah sakit sehari semalam dan diinfus. Sementara sudah beberapa kali pula pembantunya datang dan pergi. Sebelum saya bertanya kenapa dia selalu “hobi” berganti pembantu pun dia sudah bercerita kepada saya.
“Yang orang Ethiopia itu minta pulang, lalu yang Ethiopia sesudahnya juga keluar.” “Terus yang kemarin, yang orang India itu?” tanya saya, karena saya lihat pembantu yang India itu beberapa hari lalu masih tampak di halaman rumah menjaga anak-anak tetangga saya bermain. “Ya saya suruh pulang karena katanya punggungnya sakit. Saya pikir dia tidak bisa bekerja lagi. Juga dia tidak mau menutup kepalanya dengan kerudung atau selendang. Apalagi dia selalu memakai busana tradisional, sehingga bagian tubuhnya ada yang terlihat. Saya ada suami dan anak kecil di rumah, bagaimana bisa menjadi contoh yang baik? Tapi alhamdulillah semua baik-baik saja” kisahnya panjang lebar. Saya hanya manggut-manggut mengiyakan.
Tidak hanya satu kali ini saya mendengarnya selalu mengucapkan syukur di setiap kesempatan, di setiap cobaan yang menghimpitnya. “Lalu kedua anak saya terkena sakit chicken pox. Jadi dalam satu bulan, ujian ini berturut-turut datang. Tapi alhamdulillah, sakit cacar mereka tidak terlalu parah karena sudah pernah divaksin. Bahkan dokter membolehkan mereka tetap sekolah kalau mau, ” katanya.
Saya tercengang. Bagaimana mungkin saya yang tinggal di sebelahnya tidak tahu kejadian-kejadian ini? Saya jadi malu sendiri. Saya minta maaf kepadanya karena tidak mendengar musibah yang menimpanya, tidak ada yang memberitahu. Mungkin dia merasa tidak enak kalau harus memberitahu orang lain yang bukan dari satu negara? Entahlah.
Sedangkan saya? Kalau ada musibah yang menimpa keluarga saya, pasti sudah banyak teman-teman yang saya kabari karena minta mereka turut memberi dukungan dan doa. Atau minta mereka untuk “mengerti” kondisi sulit yang sedang saya hadapi. Padahal mungkin banyak orang lain yang lebih berat penderitaannya tetapi tidak heboh seperti saya.
Sudahkah dari lisan saya selalu keluar pujian dan ungkapan syukur kepada Allah SWT tidak hanya ketika mendapat kesenangan tetapi juga ketika musibah datang menerpa? Sudah sepatutnya mulai hari ini saya mengucapkan syukur di setiap peristiwa suka dan duka yang saya alami, karena Allah SWT Maha Mengetahui apa yang terbaik buat hamba-Nya.
…..Bila dia mendekat kepadaKu sejengkal Aku mendekat kepadanya sehasta, bila ia mendekat kepadaKu sehasta Aku mendekat kepadanya sedapa, bila dia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat. (HR Bukhari-Muslim).
Jeddah, Jumada Al-Akhir 1429H
The Power Of Shodaqoh
Kirim teman
Oleh Hasna Puri Nazar from www.eramuslim.com
Rasulullah bersabda: “Orang yang dicintai Allah ialah yang paling banyak manfaatnya untuk orang lain. Dan amal perbuatan yang paling dicintai Allah ialah bila kamu menyenangkan hati seorang muslim, menghilangkan kesulitannya, melunasi hutangnya, atau menghilangkan rasa laparnya.” (HR Ath-Thabrani)
Beberapa bulan lalu untuk pertama kalinya saya dan teman-teman berkumpul untuk membentuk suatu wadah penghimpun dana bagi pasien tidak mampu di Rumah Sakit pemerintah tempat kami bekerja. Selain bertujuan meringankan beban pasien dari harga obat-obatan yang melambung tinggi kami juga sama-sama berlatih untuk menunaikan kewajiban zakat profesi.
Sisi optimis ketika melakukan suatu kebaikan menjadi keyakinan kami untuk serius menunaikan semua rumusan perencanaan kegiatan pengumpulan dana. Mulai dari launching kegiatan penghimpunan dana, penyebaran leaflet profil kegiatan, promosi dari mulut ke mulut yang dilakukan tim di lingkungan Rumah Sakit telah dimaksimalkan diawal keberadaan kami.
Respon yang diterima Alhamdulillah baik. Banyak yang memberikan dukungan bahkan ada rekan yang langsung mengikrarkan dirinya menjadi donatur tetap.Dalam waktu tidak lama, Alhamdulillah saldo kami terkumpul cukup banyak dengan mayoritas donatur dari internal (staf) yang disunat pendapatannya setiap bulan. Pengeluaran pun belum berlebihan, baru satu pasien tidak mampu yang memperoleh bantuan dari kami.
Menginjak bulan kedua, pengeluaran dana bantuan mulai merayap naik. Jumlah pasien yang diberi memang tidak begitu banyak namun nominal yang dikeluarkan per pasien cukup besar terutama untuk pembelian obat-obatan yang cukup mahal. Sebagai wadah penghimpun dana yang baru mulai eksistensinya, rasa kekhawatiran mulai menyergap disaat pengeluaran mulai meroket sedangkan saldo yang kami miliki terbatas. Akhirnya kami pun tetap berniat mengeluarkan semua dana yang kami punya di rekening untuk membantu pasien-pasien tersebut walaupun dengan konsekuensi saldo kami akan sampai pada titik terendah.
Ketika kita berniat akan melakukan kebaikan, niscaya niat kita sudah dicatat sebagai satu pahala walau belum sempat melaksanakannya, sedangkan jika kita mewujudkan niat tersebut maka akan bertambah satu lagi pahala.Sungguh niat kami tersebut ternyata menjadi niat yang berbuah keberkahan.Sesaat sebelum menguras dana dari mesin ATM, ternyata saldo kami telah banyak betambah lebih dari dua kali lipat dari sebelumnya. Puji syukur tak ada habisnya kami ucapkan dan terima kasih pada seluruh pendonatur yang telah membantu, ternyata kondisi yang kami kira sebelumnya menjadi berbalik.
Tak akan ada kondisi saldo yang minim pada saat itu, melainkan jumlahnya meningkat tak terduga. Belakangan kami tahu bahwa donatur dermawan tak terduga itu adalah salah satu perusahaan alat kesehatan yang hingga sekarang menjadi donatur tetap dan selalu setia memberikan bantuan dana dalam jumlah besar.
Mungkin banyak cerita yang pernah didengar tentang keutamaan bersedekah dan balasan yang akan didapat dengan bersedekah baik dari buku-buku, ceramah keagamaan, ataupun film-film religi yang sempat marak beberapa waktu lalu. Keberkahan yang tak disangka itu bisa dilihat pada salah satu film televisi yang berjudul “Tukang Bubur Naik Haji”, beberapa rekan-rekan mungkin sempat tahu cerita tersebut, seorang tukang bubur yang rajin bersedekah pada anak yatim semampu yang ia miliki minimal bersedekah dengan buburnya yang diberikan cuma-cuma. Kemudian balasan yang didapat adalah ia dapat pergi haji gratis dari undian tabungan di bank yang ia miliki.
Sebagian dari kita mungkin mengamini kejadian-kejadian tersebut, tapi tidak sedikit juga yang pesimis mengatakan bahwa itu hanya cerita hikmah belaka. Namun ini nyata, tim kami merasakan pengalaman yang hampir serupa dengan pengalaman tukang bubur tersebut.
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan" (Surat Ali Imran ayat 133-134).
“ Perumpamaan orang yang menginfakan hartanya dijalan Allah, seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipat gandakan bagi siapa yang Ia kehendaki dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui ” (Al-Baqarah 261)
We called it: The power of shodaqoh, ya itulah keberkahan nyata yang kami rasakan langsung ketika membantu dengan ikhlas maka rezeki akan bertambah. Dan memberi itu diberikan pada saat kita lapang maupun sempit. Bagai dahan yang dipotong, bukannya hilang tetapi justru akan menumbuhkan dahan dan ranting baru yang lebih banyak. Sampai saat ini kami tetap merasakannya, semakin banyak kami menyalurkan bantuan dari para donatur, semakin banyak pula donatur lainnya menambah saldo kami. Terima kasih Ya Rabb...
Alangkah indah orang bersedekah, dekat dengan Allah, dekat dengan surgaTakkan berkurang harta yang bersedekah, akan bertambah, akan bertambah....(Opick: Sedekah)
Mencari jodoh
Kirim teman
Assmlkm...
Langsung aja bu...bagaimana menurut Islam cara-cara yang harus dilakukan kalo seseorang merasa udah siap menikah? Bagaimana mencari calonnya...bagaimana aturannya...bagaimana menurut ibu orng yang minta carikan guru ngajinya atau orang tuanya....tau apakah kita emang harus sabar menunggu..katanya jodoh ditangan tuhan...ga usah dipikirkan..kalo udah saatnya pasti ketemu..bagaimana menurut ibu orang yang sampe tua blm menemukan jodohnya...apakah menyalahi fitrahnya?
Tolong nasehat2nya bu agar saya bisa lebih bersabar..umur saya 23 tahun...
Makasih..
Wassalam....
Natural
Jawaban
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh
Sdr Natural yang disayang Allah, Pernikahan adalah sunah Rasulullah. Banyak sekali sunah Rasulullah yang menjelaskan keutamaan pernikahan. Rasulullah pun bersabda, ”Wahai segenap pemuda, barangsiapa yang telah mampu untuk kawin maka hendaklah kawin, karena kawin itu lebih baik dapat memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu kawin, maka hendaklah dia berpuasa, karena puasa itu akan jadi perisai baginya.” (HR bukhari dan Muslim)
Sdr Natural, kesiapan seorang pemuda tidak semata-mata ditilik dari sisi usia. Ada banyak sisi yang mesti disiapkan agar jenjang pernikahan itu menjadi ibadah yang melejitkan derajat kita di mata Allah. Sehingga pernikahan yang barokah itu tidak diselingi dengan problem-problem yang mestinya selesai sebelum pernikahan itu dijalani.
Tolak ukur dan standar kesiapan pernikahan itu pun tak dapat diukur dengan angka. Bisa dimulai dari persiapan mental-psikologis maupun persiapan konseptual dan tentu saja bagi laki-laki persiapan ekonomi. Persiapan ekonomi tak berarti harus kaya harta, tetapi janganlah seorang laki-laki menganggur sehingga menelantarkan keluarganya.
Nah Sdr Natural, maka bila Anda merasa telah siap untuk menikah, kuatkanlah azzam atau keinginan itu dengan langkah-langkah nyata yang membuktikan bahwa kesiapan itu tidak kesiapan yang asal ucap. Misalnya saja mulai dari ’ishlahun nafs’ atau perbaikan diri. Maka, mendekatkan diri kepada Allah, memperbaiki keyakinan bahwa pilihan Allah adalah yang terbaik, mempelajari ilmu-ilmu tentang pernikahan, melakukan akhlak terpuji yang (nantinya) didamba seorang isteri dan meninggalkan akhlak tercela yang akan mengganggu keharmonisan hidup berumah tangga, adalah beberapa contoh di antaranya.
Yang juga sangat penting adalah senantiasa bermohon, berharap dan meminta dengan tulus kepadaNya. Bukankah Allah ada pada persangkaan hambaNya?
Tentang jodoh, darimana ia datang? Tentunya ini rahasia Allah. Dan rahasia Allah ini bisa kita dekati dengan amal-amal nyata yang membuktikan kita memang layak dikategorikan Allah sebagaimana AQ S An Nur ayat 26, ”Lelaki yang baik untuk perempuan yang baik....”
InsyaAllah, bila lingkungan kita adalah lingkungan yang baik (biah sholihah), semoga dari lingkungan itu pula kita mendapatkan jodohnya. Karena putaran (orbit) yang baik itulah orbit kita. Dan kita tak berjalan di orbit yang salah, penuh maksiyat atau kebebasan anak muda yang melenakan. Semoga bukan dari situ kita mendapatkannya.
Tak masalah pula kita melibatkan orang tua, guru ngaji atau orang sholih di sekitar kita untuk mendapatkan jodoh selama cara-cara yang dipakai tidak melanggar syariat. Tentu menjadi ’kebahagian ’ tersendiri bagi orang tua bila anaknya mau melibatkannya dalam urusan yang penting ini. Apalagi bila tolok ukur yang mereka, anak dan orang tua pakai, adalah tolok ukur yang sama, keimanan.
Sebagai manusia, usaha kita harus maksimal dan tidak mudah menyerah, baru setelahnya kita serahkan keputusan yang terbaik menurutNya. Begitu pun orang yang berusia tua namun tak juga menikah, apakah ia menyalahi fitrahnya? Wallahu alam, semua tergantung kepada niat, azzam, amal dan usaha yang maksimal dan ketergantungannya secara penuh kepada Allah...
Wallahu a’lam bissshawab. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Ibu Urba
Menetapkan Standar Calon Isteri
Assalamu'alaikum
Yang saya hormati Ustadzah Siti,
Apakah layak bagi seorang pria yang ingin menikah menetapkan standard bagi calon isterinya kelak? Apalagi standard yang berkaitan dengan keduniaan seperti kecantikan atau kekayaan.
Terima kasih atas jawabannya
Wassalamu'alaikum
Iqram
Jawaban
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh
Sdr Iqram yang sholih,
Memilih pasangan hidup, tidak mungkin tanpa ada standarisasinya. Justru aneh jika ‘asal dapat’ dan ‘asal mau’. Apalagi seorang muslim yang bertaqwa tentu khawatir rumah tangganya tidak menjadi rumah tangga yang berkualitas. Sekali lagi Anda memang harus punya kriteria untuk calon isteri.
Berdasar hadist Rasul: “Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena kedudukannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka beruntunglah yang memilih wanita yang memiliki agama. (Kalau tidak begitu), maka berlumuran tanah kedua tanganmu (engkau tidak akan beruntung).”(HR Bukhari – Muslim)
Sdr Iqram yang sholih,
Menurut petunjuk hadist tersebut sesungguhnya laki-laki boleh menikahi wanita berdasar empat hal yang menjadi standar yang dibolehkan. Meskipun kemudian Rasulullah saw memberikan arahan bahwa pilihan yang beruntung adalah pilihan yang didasarkan kepada agama.Artinya wanita dinikahi karena keshalihatannya yang dapat dilihat maupun yang tidak terlihat, seperti akhlaqnya, ibadahnya, pola pikirnya dan tentu saja aqidahnya lurus. Bila memang standar agama terpenuhi, lalu Allah mengaruniainya dengan ”bonus” yang lain, misalnya harta, kecantikan dan keturunan baik-baik, tentu itu ni’mat dunia yang harus disyukuri dan dipertanggungjawabkan. Tetapi, bila standar agama dinomor empatkan setelah standar-standar duniawi tersebut, tentu tidak aneh bila visi ibadah dan peningkatan derajat di mata Allah menjadi tak tersampaikan. Maka pandai-pandailah memilih jodoh dan menetapkan standar. Sdr Iqram yang sholih,
Satu catatan penting, hendaknya berlaku azas keadilan bagi masing-masing pribadi, maksudnya, sebelum menetapkan standar untuk orang lain, penuhi dulu standar untuk dirinya sendiri. Luruskan aqidah diri, hiasi dengan ibadah maupun akhlak mulia. Dengan begitu dalam rumah tangga nanti, suasananya tidak saling menuntut dan mendahulukan pemenuhan hak, tetapi suami maupun isteri jika bersalah akan segera dikembalikan kepada aturan Allah. Kecantikan konon hanya setipis kulit, di rubrik ini pula terbukti bahwa meskipun beristrikan pasangan nan cantik, namun seorang suami juga masih selingkuh pada wanita lain. Jadi agama yang kuat akan menjadi pegangan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Diharapkan suasana dalam rumah tangga didominasi oleh suasana saling memberi dan menerima yang dilandasi dengan cinta kasih.
Wallahu a’lam bissshawab.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Ibu Urba
Minggu, 08 Juni 2008
Pengantar "Undangan ke Surga"
وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلَامِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيم
”Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam).”
(QS Yunus ayat 25)
Setiap muslim adalah orang yang beruntung. Karena Allah telah melimpahkan kepada dirinya ni’mat paling istimewa yang bisa diterima seorang manusia. Ia telah memperoleh ni’mat Iman dan Islam. Apakah ada ni’mat yang melebihi ni’mat Iman dan Islam? Demi Allah, tidak ada!
Namun demikian, tidak semua muslim menyadari betapa istimewanya ni’mat ini. Sehingga dengan segala rasa hormat kepada sesama saudara seiman, kita seringkali terpaksa menyaksikan penampilan sebagian saudara muslim kita yang sungguh jauh dari ekspresi hadirnya ni’mat Iman dan Islam tersebut. Coba perhatikan ayat di atas. Bagaimana Allah subhaanahu wa ta’aala firmankan bahwasanya Dia-lah yang menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam) ini...
Artinya, tidak setiap manusia memperoleh privilige (keistimewaan) lux ini. Dan kita –Alhamdulillah- termasuk yang dikendaki Allah memperoleh petunjuk...... Bayangkan, saudaraku! Padahal ungkapan syukur kita masih sangat minim untuk layak memperoleh keistimewaan mewah ini... Kadang kita termenung sendiri mengingat betapa sedikitnya ’amal-ibadah kita kepada Allah, masih sedikitnya ’amal-sholeh kita kepada sesama manusia hamba-hamba Allah...
Padahal masih ada satu perkara lain yang Allah sediakan untuk seorang muslim bilamana ia pandai mensyukuri ni’mat istimewa ini.... Allah menyeru atau mengundang setiap muslim yang benar imannya menuju Darus-salaam atau negeri kedamaian, yakni surga.... Subhaanallah...! Tahukah Anda, saudaraku, apa itu surga? Surga adalah tempat tinggal abadi yang di dalamnya sarat dengan kesenangan hakiki...BUKAN kesenangan menipu seperti yang kita alami di dunia fana ini...
أَعْدَدْتُ لِعِبَادِيَ الصَّالِحِينَ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ
وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ
"Aku persiapkan utk hamba-2Kuyangsholeh apayangtak pernah terlihat mata, terdengar telinga & terlintas dalam hati." (Hadist Qudsy riwayat Imam Muslim #5050)
Bagaimana caranya agar kita berhak memperoleh ticket to paradise? Pandai-pandailah bersyukur akan ni’mat Iman dan Islam, niscaya kita berhak masuk surga. Jadilah seorang muslim-mu’min sejati. Ungkapakan iman dan Islam dalam bentuk banyak ‘amal-ibadah kepada Allah dan aneka ‘amal-sholeh kepada sesama manusia, niscaya kita berhak masuk surga....
Bahkan lebih jauh daripada itu ajaklah orang lain untuk menjadi beriman bersama diri kita, niscaya kita berhak masuk surga. Jadilah penyeru di jalan Allah yang mengajak manusia menuju Darus-salaam dengan memberikan penjelasan mengenai manisnya iman dan petunjuk Ilahi. Jangan biarkan syetan menggoda kita menjadi orang beriman egois dengan bisikannya:”...biarkan orang lain kalau ingin masuk neraka.....yang penting kamu masuk surga...” Seolah surga hanya tempat yang layak bagi diri kita semata, sedangkan orang lain terserah mereka... Na’udzubillahi min dzaalika... Ini sangat jauh dari spirit teladan kita Nabi Muhammad shollallahu ’alaihi wa sallam yang merupakan Rahmatan lil’aalamiin (rahmat bagi semesta alam).
Nabi Muhammad shollallahu ’alaihi wa sallam merupakan da’i sempurna yang ambisi utamanya adalah ”menginginkan keimanan dan keselamatan” atas setiap manusia...
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ
حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min.” (QS At-Taubah 128)
Nabi Muhammad shollallahu ’alaihi wa sallam sangat sadar dan faham bahwa hanya dengan menanamkan iman ke dalam diri seseorang, maka orang itu akan meraih keselamatan di dunia dan di akhirat… Hanya melalui pintu iman-lah seseorang akan sampai ke pelabuhan keni’matan dan kesenangan hakiki, yakni surga di akhirat yang kekal nanti. Semoga, saudaraku.-
Apabila anda mempunyai saran atau kritik untuk rubrik atau artikel ini, silahkan kirimkan melalui email kepada penulis di ican_ipin@eramuslim.com
Mengingat Kematian
Oleh Ihsan Tandjung
Sesungguhnya di antara hal yang membuat jiwa melantur dan mendorongnya kepada berbagai pertarungan yang merugikan dan syahwat yang tercela adalah panjang angan-angan dan lupa akan kematian. Oleh karena itu di antara hal yang dapat mengobati jiwa adalah mengingat kematian yang notabene merupakan konsekuensi dari kesadaran akan keniscayaan keputusan Ilahi, dan pendek angan-angan yang merupakan dampak dari mengingat kematian. Janganlah ada yang menyangka bahwa pendek angan-angan akan menghambat pemakmuran dunia. Persoalannya tidak demikian, bahkan memakmurkan dunia disertai pendek angan-angan justeru akan lebih dekat kepada ibadah, jika bukan ibadah yang murni.
Rasulullah saw bersabda:
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ
“Orang yang cerdas ialah orang yang mengendalikan dirinya dan bekerja untuk kehidupan setelah kematian.” (HR Tirmidzi)
Persiapan untuk menghadapi sesuatu tidak akan terwujud kecuali dengan selalu mengingatnya di dalam hati, sedangkan untuk selalu mengingat di dalam hati tidak akan terwujud kecuali dengan selalu mendangarkan hal-hal yang mengingatkannya dan memperhatikan peringatan-peringatannya sehingga hal itu menjadi dorongan untuk mempersiapkan diri. Kepergian untuk menyambut kehidupan setelah kematian telah dekat masanya sementara umur yang tersisa sangat sedikit dan manusiapun melalaikannya.
اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ مُعْرِضُونَ
“Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).” (QS Al-Anbiya 1)
Orang yang tenggelam dengan dunia, gandrung kepada tipu-dayanya dan mencintai syahwatnya tak ayal lagi adalah orang yang hatinya lalai dari mengingat kematian; ia tidak mengingatnya bahkan apabila diingatkan ia tak suka dan menghindarinya. Mereka itulah yang disebutkan Allah di dalam firman-Nya:
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Katakanlah, "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS Al-Jumu’ah 8)
Kemudian manusia ada yang tenggelam ke dalam dunia, ada pula yang bertaubat dan ada pula yang arif.
Pertama: adapun orang yang tenggelam ke dalam dunia, ia tidak mengingat kematian sama sekali. Jika diingatkan ia mengingat semata-mata untuk menyesali dunianya dan sibuk mencelanya. Baginya, mengingat kematian hanya membuat dirinya semakin jauh dari Allah.
Kedua: Adapun orang yang bertaubat, ia banyak mengingat kematian untuk membangkitkan rasa takut dan khawatir pada hatinya lalu ia menyempurnakan taubat dan kadang-kadang tidak menyukai kematian karena takut disergap sebelum terwujud kesempurnaan taubat dan memperbaiki bekal. Dalam hal ini ia dimaafkan dan tidak tergolong ke dalam sabda Nabi saw:
مَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ
“Barangsiapa membenci pertemuan dengan Allah, maka Allah membenci pertemuan dengannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Karena sesungguhnya ia tidak membenci kematian dan perjumpaan dengan Allah, tetapi hanya takut tidak dapat berjumpa dengan Allah karena berbagai kekurangan dan keteledorannya. Ia seperti orang yang memperlambat pertemuan dengan kekasihnya karena sibuk mempersiapkan diri untuk menemuinya dalam keadaan yang diridhainya sehingga tidak dianggap membenci pertemuan. Sebagai buktinya ia selalu siap untuk menemuinya dan tidak ada kesibukan selainnya. Jika tidak demikian maka ia termasuk orang yang tenggelam ke dalam dunia.
Ketiga: Sedangkan orang yang ‘arif, ia selalu ingat kematian karena kematian adalah janji pertemuannya dengan kekasihnya. Pecinta tidak akan pernah lupa sama sekali akan janji pertemuan dengan kekasihnya. Pada ghalibnya orang ini menganggap lambat datangnya kematian dan mencintai kedatangannya untuk membebaskan diri dari kampung orang-orang yang bermaksiat dan segera berpindah ke sisi Tuhan alam semesta. Sebagaimana diriwayatkan dari Hudzaifah bahwa ketika menghadapi kematian, ia berkata:
“Kekasih datang dalam kemiskinan, semoga tidak berbahagia orang yang menyesal. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa kemiskinan lebih aku cintai dari kekayaan, sakit lebih aku cintai dari kesehatan, dan kematian lebih aku cintai dari kehidupan, maka permudahlah kematian atas diriku agar segera dapat berjumpa dengan-Mu”
Jadi, orang yang bertaubat dimaafkan dari sikap tidak menyukai kematian sedangkan orang yang ‘arif dimaafkan dari tindakan mencintai dan mengharapkan kematian. Tingkatan yang lebih tinggi dari keduanya ialah orang yang menyerahkan urusannya kepada Allah sehingga ia tidak memilih kematian atau kehidupan untuk dirinya. Apa yang paling dicintai adalah apa yang paling dicintai kekasihnya. Orang ini melalui cinta dan wala’ yang mendalam berhasil mencapai maqam taslim dan ridha, yang merupakan puncak tujuan. Tetapi bagaimanapun, mengingat kematian tetap memberikan pahala dan keutamaan. Karena orang yang tenggelam ke dalam dunia juga bisa memanfaatkan dzikrul maut untuk mengambil jarak dari dunia sebab dzikrul maut itu membuat dirinya kurang berselera kepada kehidupan dunia dan mengeruhkan kemurnian kelezatannya. Setiap hal yang dapat mengeruhkan kelezatan dan syahwat manusia adalah termasuk sebab keselamatan. Rasulullah saw bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ
“Perbanyaklah mengingat penghancur berbagai kelezatan, yaitu kematian.”
(HR Tirmidzi, Nasaa’I dan Ibnu Majah)
Artinya, kurangilah berbagai kelezatan dengan mengingat kematian sehingga kegandrungan kamu kepada berbagai kelezatanterputus lalu kamu berkonsentrasi kepada Allah, karena mengingat kematian dapat menghindarkan diri dari kampung tipudaya dan menggiatkan persiapan untuk kehidupan akhirat, sedangkan lalai akan kematian mangakibatkan tenggelam dalam syahwat dunia, sabda Nabi saw:
تحفة المؤمن الموت
“Hadiah orang mu’min adalah kematian.” (HR Thabrani dan al-Hakim)
Nabi saw menegaskan hal ini karena dunia adalah penjara orang mu’min, sebab ia senantiasa berada di dunia dalam keadaan susah mengendalikan dirinya, menempa syahwatnya dan melawan syetannya. Dengan demikian, kematian baginya adalah pembebasan dari siksa ini, dan pembebasan tersebut merupakan hadiah bagi dirinya. Nabi saw bersabda:
الموت كفارة لكل مسلم
“Kematian adalah kafarat bagi setiap muslim.” (HR al-Baihaqi)
Yang dimaksudnya adalah orang muslim sejati yang orang-orang muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya, yang merealisasikan akhlaq orang-orang mu’min, tidak terkotori oleh berbagai kemaksiatan kecuali beberapa dosa kecil, sebab kematian akan membersihkannya dari dosa-dosa kecil tersebut setelah ia menjauhi dosa-dosa besar dan menunaikan berbagai kewajiban. Sebagian kaum bijak bestari menulis surat kepada salah seorang kawannya:
“Wahai saudaraku hati-hatilah terhadap kematian di kampung ini sebelum kamu berada di sebuah kampung di mana kamu berharap kematian tetapi tidak akan mendapatkannya.”
Ket: gambar dari Deviant-Art.com
Apabila anda mempunyai saran atau kritik untuk rubrik atau artikel ini, silahkan kirimkan melalui email kepada penulis di ican_ipin@eramuslim.com
Problema Masa Kini Ummat Islam (Bgn 1)
Oleh Ihsan Tandjung
Di dalam bukunya “Jahiliyah Abad Dua Puluh”, Muhammad Qutb (hal 63-67) menyebutkan setidaknya ada empat ciri yang membuat suatu masyarakat disebut masyarakat jahiliyah, yaitu:
Pertama, tidak adanya iman yang sesungguhnya kepada Allah dan tidak adanya sikap tunduk kepada-Nya dalam setiap urusan, yaitu sikap yang membuktikan kesatuan antara akidah dan syari’at, tanpa pemisahan dalam hal apapun
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ
”Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya” (QS Al-An’aam 91)
Kedua, tidak adanya pelaksanaan hukum menurut apa yang telah diturunkan Allah, yang berarti menuruti “hawa nafsu” manusia. Hal ini muncul dari tidak adanya penyerahan diri mutlak (keIslaman) kepada Allah SWT
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
”..dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yangfasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Maaidah 49-50)
Ketiga, hadirnya berbagai thaghut di muka bumi, yang membujuk manusia supaya tidak beribadah dan tidak taat kepada Allah serta menolak hukum syari’at-Nya; kemudian mengalihkan peribadatannya kepada thaghut itu dan hukum-hukum yang dibuat menurut selera nafsunya.
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آَمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
”Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah thaghut (syaitan), yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Baqarah 257)
Keempat, Hadirnya sikap menjauh dari agama Allah, sehingga penyelewengan menjurus kepada nafsu syahwat, sekalipun sebab-sebabnya terdapat di dalam fitrah manusia sendiri (QS 3:14). Dengan demikian masyarakat itu tidak pernah melarang dan tidak merasa berkepentingan untuk melawan penyelewengan berupa perbuatan asusila tersebut.
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran 14)
Itulah beberapa ciri menonjol setiap kejahiliyahan yang ada di muka bumi sepanjang sejarah. Semuanya muncul dari cirinya yang paling pokok dan paling besar, yaitu penyelewengan dari kewajiban berbakti dan bersembah sujud kepada Allah sebagaimana mestinya. Muhammad Qutb (hal 71) kemudian menambahkan bahwa di samping beberapa ciri yang ada pada semua jenis kejahiliyahan sepanjang sejarah manusia, kejahiliyahan modern memiliki beberapa ciri-ciri khusus dan istimewa. Ciri-ciri tersebut dapat diringkas kurang lebih sebagai berikut:
Pertama, kemajuan ilmu pengetahuan sedemikian tinggi yang dipergunakan antara lain untuk menyesatkan manusia dari tuntunan Ilahi dan menjerumuskan semua makhluk Allah ke dalam bahaya dan bencana.
Kedua, manusia bersikap sombong terhadap penciptanya (Allah), karena silau melihat hasil-hasil yang dicapai di bidang ilmu pengetahuan dan kemajuan material. Manusia menganggap dirinya tidak membutuhkan tuhan, atau bahkan merasa dirinya telah menjadi “tuhan”. (QS 28:78)
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلَا يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ
”Qarun berkata, "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku." Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.”
(QS Al-Qashash 78)
Ketiga, berbagai macam teori ‘Ilmiah” yang menjerumuskan manusia kepada penyelewengan di bidang kemasyarakatan, ekonomi, psikologi dan bidang-bidang kehidupan lainnya. (hal. 112-113)
Keempat, malapetaka akibat teori evolusi (hal 108-113)
Kelima, kebebasan wanita (yang telah disalahgunakan). Lihat hal 227 hingga 231.
Ket: gambar dari Deviant-Art.com
Apabila anda mempunyai saran atau kritik untuk rubrik atau artikel ini, silahkan kirimkan melalui email kepada penulis di ican_ipin@eramuslim.com
Problematika Ummat Islam
Oleh Ihsan Tandjung
Di dalam bukunya, Muhammad Qutb selanjutnya menulis:
“Pada saat manusia hidup mengikuti tuntunan ilahi dan mengikuti petunjuk serta hidayah-Nya, pada saat manusia telah benar-benar beriman kepada Allah, pada saat manusia bersembah sujud kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan thaghut-thaghut di muka bumi, pada saat manusia sudah tak menyombongkan diri dengan meninggalkan syari’at ilahi dan membuat syari’at untuk dirinya sendiri, dan tidak memperkosa wewenang Allah sebagai Dzat satu-satunya yang berhak menentukan hukum; pada saat itu lenyaplah semua bentuk penyelewengan, kezaliman, penderitaan dan siksaan yang menimpa manusia akibat penyelewengannya dari akidah yang lurus. Pada saat itu tidak ada lagi perkosaan terhadap hukum ilahi, tidak ada manusia mendewa-dewakan manusia dan tidak ada orang yang dapat memaksakan kemauannya kepada orang lain.” (hal. 288)
Ketika Bertrand Russel mengumandangkan kata-katanya yang tersohor: “Zaman kekuasaan kulit putih telah berakhir…”, ia sama sekali tidak mengucapkannya sebagai ramalan. Ia mengungkapkan kenyataan yang sesungguhnya terjadi di muka bumi, kenyataan yang dilihat oleh seorang filosof masa kini dengan pemikirannya yang tajam, kenyataan yang tidak dapat dilihat oleh manusia awam di seluruh dunia, terutama yang menyandang gelar “kaum terpelajar”. (hal. 259). Sesungguhnya yang dilihat oleh Russel adalah seluruh kejahiliyahan yang sedang menantikan aba-aba keruntuhannya. Kehancuran itu tidak secara otomatis akan mendatangkan kebaikan bagi umat manusia.
Hancurnya kejahiliyahan hanya membuka kesempatan bagi umat manusia untuk menegakkan kehidupannya berdasarkan kebajikan, bila mereka mau mengikuti petunjuk yang telah digariskan oleh tuntunan ilahi, serta meyakini bahwa petunjuk itu merupakan kebenaran dari Allah sebagai satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri. Apabila manusia tidak menggunakan kesempatan itu dan tidak berusaha sungguh-sungguh menegakkan kebenaran Allah di muka bumi, maka kebajikan itu tidak akan datang –secara otomatis- kepada mereka; bahkan sebaliknya, mereka hanya akan pindah dari satu kejahiliyahan kepada kejahiliyahan yang lain dan dari thaghut yang satu kepada thaghut yang lain. (hal. 259-260)
Dalam kejahiliyahan modern manusia telah mengalami berbagai tatanan yang mencemaskan fikiran dan perasaannya. Kemudian dengan semua pengalaman itu manusia ternyata semakin bingung, semakin menderita, semakin kacau dan semakin kehilangan sendi-sendi kehidupannya, sehingga menjadi gila atau nyaris gila. Karena itu tidak ada pilihan lain bagi manusia: Allah atau hancur! Setelah manusia menghayati pengalaman-pengalaman pahit-getir di bawah naungan jahiliyah modern, sunatullah itu menginspirasikan pilihan: kembali kepada tuntunan ilahi atau hancur! (hal.260)
Semua jenis kejahiliyahan masih akan bertahan hidup selagi di dalamnya terdapat beberapa keping kebaikan, hingga saat kejahatannya telah menelan habis sisa-sisa kebaikan yang tinggal. Pada saat itulah kebaikan telah tercekik seluruhnya dan tak dapat bernafas lagi. Pada saat persoalan telah mencapai titik itu, terjadilah campur tangan kehendak ilahi dan terjadi pulalah perubahan. Namun kehendak ilahi itu mengubah keadaan lewat usaha dan gerak manusia sendiri. Mengenai hal itu Allah telah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar-Ra’du 11)
Campur tangan tersebut tegas dan keras: semua penjuru bumi akan tenggelam di dalam kezaliman. Atau, umat manusia bersedia menerima hidayah dan kembali kepada Allah. Pada saat itulah manusia akan memasuki agama Allah secara berbondong-bondong. Kita semua adalah manusia-manusia yang berbaik sangka dalam menghadapi taqdir Allah. Kita tidak berprasangka buruk bahwa Allah SWT telah menetapkan suratan taqdir yang menghendaki kehancuran umat manusia. Kalau demikian halnya, maka tidak ada pilihan lain kecuali Islam, karena Allah telah berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam.”(QS Ali Imran19)
Sepanjang sejarah belum pernah ada sesuatu yang dapat melepaskan umat manusia dari kejahiliyahan, kecuali Islam dalam maknanya yang luas dan menyeluruh, yaitu agama Islam yang diturunkan oleh Allah kepada umat manusia melalui para Nabi dan Rasul: Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad – shalawatullah ‘alaihim. (hal. 262)
Kita akan dapat mengetahui bagaimana semua persoalan itu akan menjadi lurus pada saat pikiran dan perasaan manusia telah menjadi lurus, karena pikiran adalah titik tolak semua perilaku manusia. Bila pikiran menyeleweng, perilakupun turut menyeleweng, dan bila pikiran telah menjadi lurus, maka perilakupun akan menjadi lurus. Dalam sejarah kehidupan manusia pernah terjadi pikiran yang lurus, yaitu di kalangan umat Islam yang secara langsung dibina dan diasuh sendiri oleh Rasul Allah saw; suatu ummat yang oleh Penciptanya disebut:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kalian adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia, memerintahkan kebajikan dan mencegah kemungkaran serta beriman kepada Allah.” (QS Ali Imran 110)
Ketika itu, semua segi kehidupan berjalan lurus dan sanggup menggerakkan kebangkitan besar dalam sejarah. Gerakan menerapkan tuntunan ilahi berjalan lancar dan hidayah ilahi-pun tersebar luas ke berbagai penjuru dunia. (hal.263). Semua yang telah diselewengkan oleh jahiliyah modern akan dapat dibetulkan oleh Islam. Penyelewengan terbesar yang ditimbulkan oleh segala jenis kejahiliyahan dan segala akibatnya yang berupa kerusakan pikiran dan perilaku, kecemasan, kebingungan dan kekacauan, sesungguhnya bersumber pada penyelewengan pikiran mengenai “Tuhan”. Itulah yang menjadi pangkal tolak semua penyelewengan manusia sehingga tidak lagi bersembah sujud kepada Allah dan tidak mau mengikuti agama-Nya sebagai tuntunan hidup satu-satunya.
Bukan secara kebetulan atau tanpa tujuan kalau ayat-ayat Al-Qur’an yang turun di Makkah selama tiga belas tahun menekankan satu persoalan pokok, yaitu soal ketuhanan, soal aqidah. Itu bukan semata-mata karena orang-orang Arab pada masa itu masih tenggelam di dalam paganisme. Akan tetapi –di samping itu- juga karena soal tersebut merupakan poros seluruh kehidupan manusia. (hal.264). Maka, kesimpulan yang dapat kita tarik adalah bahwa menghadapi problematika masa kini, ummat Islam berpendapat: ISLAM IS THE SOLUTION.
Wallahu a’lam bish-shawwaab.-
Ket: gambar dari Deviant-Art.com
Apabila anda mempunyai saran atau kritik untuk rubrik atau artikel ini, silahkan kirimkan melalui email kepada penulis di ican_ipin@eramuslim.com